Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, ia adalah yang terputus
(dari rahmat Allah). [Al Kautsar : 1-3]
Surat Al Kautsar merupakan surat yang terpendek dalam Al Qur`an. Isinya
mengandung ungkapan-ungkapan yang indah lagi mengagumkan, membuat yang
membacanya berdecak kagum. Makna-makna kalimatnya yang kuat dan istimewa
menunjukkan menjadi bagian mukjizat Ilahi. [2]
Betapa agung surat ini dan betapa melimpah pelajaran-pelajaran yang bisa
dipetik dalam bentuknya yang ringkas.
Sebenarnya, makna surat ini dapat diketahui melalui ayat penutupnya.
Allah telah menghalangi kebaikan dari orang-orang yang membenci
RasulNya. Ia terhalangi untuk mengingatNya, hartanya dan keluarganya,
sehingga pada gilirannya, di akhirat ia akan merugi akibat dari semua
perbuatan yang tidak terpuji terseut. Kehidupannya pun tanpa nilai,
tidak mendatangkan manfaat. Ia tidak membekali diri dengan amalan shalih
saat hidup di dunia, sebagai bekal di hari akhiratnya. Hatinya akan
terhalangi dari kebaikan, sehingga dia tidak mengenali kebaikan, apalagi
mencintainya. Begitu juga ia terhalang dari beriman kepada RasulNya.
Amalan-amalannya akan terhalangi dari ketaatan. Tidak ada satupun yang
menjadi penolong baginya. Dia tidak akan memberikan apresiasi terhadap
ajaran Rasulullah, bahkan ia menolaknya untuk memuaskan hawa nafsunya
atau pengikutnya, gurunya, pemimpinnya dan lain-lain.
Oleh karena itu, berhati-hatilah, jangan membenci sesuatu yang datang
dari Rasulullah atau menolaknya untuk memuaskan hawa nafsumu, atau
membela mazhabmu, atau disibukkan dengan syahwat-syahwat atau urusan
dunia. Sesungguhnya Allah l tidak mewajibkan untuk taat kepada
seseorang, kecuali taat kepada RasulNya, dan mengambil apa-apa yang
datang darinya. Jika seluruh makhluk menyelisihi seorang hamba sementara
ia taat kepada Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak akan menanyainya
tentang itu. Maka barangsiapa yang taat atau ditaati, sesungguhnya hal
itu terjadi hanya dengan mengikuti Rasul. Seandainya diperintahkan
dengan sesuatu yang menyelisihi Rasul, maka tidak perlu ditaati.
Pahamilah hal itu, dan dengarkanlah. Taatilah dan ikutilah, jangan
berbuat bid`ah, niscaya amalanmu tidak akan terputus dan tertolak. Tidak
ada kebaikan bagi amalan yang jauh dari Sunnah Rasul, dan tidak ada
kebaikan bagi orang yang mengamalkannya. Wallahu a'lam.[3]
ا نا اءطينك ا اكؤ شر
Ayat ini menunjukkan keluasan karunia tanpa batas, dan kenikmatan yang
besar lagi melimpah. Seperti firman-Nya
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى
Dan kelak pasti Rabb-mu memberikan karuniaNya kepadamu, lalu (hati) kamu
menjadi puas. [Adh Dhuha : 5]
Karunia yang besar ini berasal dari Dzat Pemberi karunia Yang Besar,
kaya, lagi luas anugerahnya. Oleh karena itu, kata ganti pertama
(mutakallim) dalam ayat ini, bentuknya dijama`kan, menjadi innaa
(إِنَّآ) yang menandakan keagungan Sang Rabb, Dzat Yang Maha Pemberi.
Karunia ini ini utuh dan berkesinambungan sebab kalimat pada ayat ini
diawali dengan kata inna yang menunjukkan penegasan dan realisasi
kandungan berita layaknya fungsi sumpah. Demikian juga, Allah
menggunakan fi'il madhi (kata kerja lampau) dalam kalimat ini, yang
bertujuan sebagai penekanan kejadian peristiwa. Sebab obyek yang
sifatnya harapan yang berasal dari Dzat Yang Maha Mulia, terhitung
sebagai perkara yang pasti terjadi.
Kata Al-Kautsar berbentuk wazan fau'al seperti kata naufal. Bangsa Arab
menamakan segala sesuatu yang melimpah baik kuantitasnya, atau besar
kedudukan dan urgensinya dengan nama kautsar.
Para ulama tafsir berselisih pendapat dalam menafsikan Al Kautsar yang
diberikan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Pendapat mereka terangkum dalam keterangan berikut ini :
Pertama, sungai di surga.
Kedua, telaga Nabi di Mahsyar.
Ketiga, kenabian dan kitab suci.
Keempat, Al Qur`an.
Kelima, Islam.
Keenam, kemudahan memahami Al Qur`an dan aturan syariat.
Ketujuh, banyaknya sahabat, ummat dan kelompok-kelompok pembela.
Kedelapan, pengutamaan Nabi diatas orang lain
Kesembilan, meninggikan sebutan Nabii
Kesepuluh, sebuah cahaya dihatimu mengantarkanmu kepada-Ku, dan
menghalangimu dari selain-Ku
Kesebelas, syafaat.
Keduabelas, mukjizat-mukjizat Allah yang menjadi sebab orang-orang
meraih hidayah melalui dakwahmu.
Ketigabelas, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad
adalah utusan Allah.
Keempatbelas, memahami agama.
Kelimabelas, shalat lima waktu.
Keenambelas, perkara yang agung.
Ketujuhbelas, kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada Beliau.
Al Wahidi berkata,”Kebanyakan ahli tafsir berpendapat, bahwa Al Kautsar
adalah sungai di surga.” [4]
Panutan para ulama tafsir, Ibnu Jarir At Thabari berkata: “Pendapat yang
paling utama menurutku adalah pendapat orang yang mengatakan Al Kautsar
adalah nama sungai di surga yang dianugerahkan Rasulullah di surga
kelak. Allah menyebutkan ciri khasnya dengan sifat katsrah (melimpah
ruah) sebagai pertanda ketinggian kedudukannya.
Kami mengatakan itu sebagai tafsiran yang paling utama lantaran
banyaknya riwayat dari Rasulullah yang menjelaskannya" [5]
Al Qurtubi berkata , ”Penjelasan yang paling benar adalah perkataan yang
pertama dan kedua, karena kedua perkataan tersebut ditetapkan oleh Nabi
dalam sebuah nas tentang Al Kautsar.”[6]
Asy Syaukani mengatakan,”Tafsir ini dari Ibnu Abbas, pandangannya
bertumpu pada maknanya secara bahasa. Akan tetapi Rasulullah telah
menafsirkannya sebagai sungai di surga dalam haditsnya yang shahih".
Aku (Syaikh Salim) berkata: Keterangan-keterangan yang dikemukakan oleh
mayoritas ulama tafsir merupakan kebenaran yang nyata, karena beberapa
perkara berikut ini:
Pertama : Telah diriwayatkan dari Rasulullah , bahwasanya Beliau
menafsirkan Al Kautsar sebagai sungai di surga dalam beberapa hadits.
Diantaranya.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أَغْفَى إِغْفَاءَةً ثُمَّ
رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا فَقُلْنَا مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُورَةٌ فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ثُمَّ قَالَ
أَتَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ فَقُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ
فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ
كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ
Dari Anas, dia berkata: Pada suatu hari ketika Rasulullah berada di
tengah kami, Beliau mengantuk sekejap. Kemudian Beliau mengangkat
kepalanya dengan senyum. Maka kami bertanya: “Apa yang membuatmu
tertawa, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Baru saja turun
kepadaku sebuah surat,” maka Beliau membaca surat Al Kautsar. Kemudian
Rasulullah bersabda,”Apakah kalian tahu apakah Al Kautsar itu?” Maka
kami berkata,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Rasulullah
bersabda,”Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan Rabbku Azza wa Jalla
untukku. Disana terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang
akan didatangi umatku pada hari Kiamat. Jumlah bejananya sebanyak
bintang-bintang...." [7]
Kedua. Keterangan-keterangan yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas tidak
bertentangan dengan nash hadits yang shahih.
عن أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ فِي الْكَوْثَرِ هُوَ الْخَيْرُ الَّذِي
أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ قَالَ أَبُو بِشْرٍ قُلْتُ لِسَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ فَإِنَّ النَّاسَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُ نَهَرٌ فِي الْجَنَّةِ
فَقَالَ سَعِيدٌ النَّهَرُ الَّذِي فِي الْجَنَّةِ مِنْ الْخَيْرِ الَّذِي
أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ
Dari Abi Basyar dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, sesungguhnya dia
berkata tentang Al Kautsar. Ia adalah limpahan kebaikan yang Allah
berikan kepada Rasulullah. Abu Bisyr berkata kepada Said bin Jubair
‘Sesungguhnya orang-orang menyangkanya sungai di surga’. Maka Said
berkata,”Sungai di surga merupakan bagian dari kebaikan yang Allah
berikan kepada Rasulullah" [8].
Ibnu Athiyah menyatakan : "Alangkah indahnya pernyataan yang dikemukakan
oleh Ibnu Abbas dan alangkah baiknya penyempurnaan keterangan dari Ibnu
Jubair. Masalah tentang sungai (di surga) telah ditetapkan dalam hadits
Isra (mi'raj) dan hadits lainnya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan
shalawatNya kepada Muhammad dan semoga Allah memberikan manfaat kepada
kita semua dengan hidayahNya.” [9]
Ibnu Katsir menjelaskan : “Penafsirannya bisa dengan sungai dan
selainnya. Karena Al-Kautsar berasal dari kata Al Katsrah, yaitu
kebaikan yang melimpah ruah. diantaranya adalah berbentuk sungai
tersebut... Telah diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari Ibnu
Abbas, bahwasanya dia menafsirkannya dengan makna sungai juga.
Ibnu Jarir berkata : “Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami (ia
berkata), Umar bin Ubaid telah menceritakan kepada kami dari Atha`dari
Said bin Jubair dari Ibnu Abba, ia berkata:"Al-Kautsar adalah sungai di
surga. Kedua tepi sungai tersebut adalah emas dan perak, mengalir di
atas yaqut (sejenis batu mulia) dan mutiara, airnya putih berasal dari
salju dan lebih manis daripada madu."[10]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Jadi, kutipan Said bin Jubair terhadap
perkataan Ibnu Abbas yang berbunyai "(Al-Kautsar) itu adalah kebaikan
yang melimpah ruah". tidak bertentangan dengan pernyataan lainnya yang
menafsirinya sebagai sungai di surga. Karena sungai merupakan bagian
dari kebaikan yang banyak. Mungkin saja Sa'id ingin menunjukkan bahwa
tafsir Ibnu Abbas lebih utama karena bersifat umum. Akan tetapi telah
ditetapkan pengkhususannya dengan sungai dari keteranan Nab, maka tidak
ada pilihan untuk mengesampingkannya". [11]
Dengan itu menjadi jelas bahwa:
1). Tafsir Ibnu Abbas tidak berltabrakan dengan penjelasan Rasullullah
bahwa Al-Kautsar adalah sungai di surga. Bahkan ini juga merupakan
tafsiran Ibnu Abbas dalam riwayat yang bisa dipertanggungjawabkan,
sebagai telah disebutkan oleh Ibnu Katsir.
2). Bahwa tafsir Ibnu Abbas masuk dalam kandungan ayat secara umum. Oleh
karena itu, Syaikhul Islam berkata:"Kata Al-Kautsar yang sudah populer
merupakan sungai di surga, sebagaimana telah disebutkan dalam
hadits-hadits yang jelas lagi shahih.
Ibnu Abbas berkata : Al-Kautsar sesungguhnya merupakan kebaikan yang
banyak, yang Allah berikan kepada Rasulullah. Jika penduduk surga yang
paling rendah (tingkatannya saja) dianugerahi dengan sepuluh kali lipat
dunia seisinya. Maka bayangkan saja apa yang akan Allah sediakan bagi
Rasulullah dalam surga kelak. Maka, Al-Kautsar menjadi sinyal dan
indikator banyaknya nikmat yang Allah berikan kepada Nabi yang berbentuk
kebaikan-kebaikan dan tambahan lainnya serta begitu tingginya
kedudukannya (nikmat-nikmat itu). Sungai tersebut yaitu Al-Kautsar,
merupakan sungai yang terbesar, paling bagus airnya, paling jernih,
paling manis dan yang tertinggi.
Jadi, maksudnya adalah Al-Kautsar merupakan sungai di surga, menjadi
bagian kebaikan yang banyak sekali yang Allah anugerahkan kepada
rasulNya di dunia dan akhirat. [12]
Aku (Syaikh Salim) berkata: Perkataan yang memastikannya dengan sungai
di surga adalah pendapat yang benar, karena adanya keterangan jelas dari
Rasulullah. Meskipun tafsiran yang umum tidak berseberangan dengan
tafsiran yang khusus, sebab itu termasuk menjadi bagiannya. Tapi ada
unsur pemutarbaikan fakta. Alasannya, kebaikan yang melimpah yang
diberikan Allah juga mencakup Al-Kautsar. Hal ini telah tercantum dalam
hadits Anas yang telah lewat dalam Shahih Muslim : "Itu adalah sungai
yang dijanjikan Rabbku. Di sana terdapat kebaikan yang melimpah". Ini
masuk dalam kategori penyebutan obyek yang besar untuk memasukkan
kenikenikmatan yang tingkatannya lebih rendah".
Ketiga : Keterangan yang dikemukakan oleh Al-Qurtubi, yaitu :
"Dan semua tafsiran yang dikemukakan dalam masalah ini (makna
Al-Kautsar), telah diberikan kepada Rasulullah sebagai tambahan atas
karunia telaga. Semoga Allah mencurahkan selawat dan keselamatan yang
banyak kepada Beliau" [13]
Jadi, tidak ada yang pertentangan antara penafsiran Al-Kautsar dengan
sungai atau telaga.
Al-Kautsar adalah sungai di surga dan airnya akan dialirkan keadalam
telaga. Maka Al-Kautsar airnya berada dalam sebagaimana diriwayatkan
dalam hadits Abu Dzar, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apa bejananya
al-ahaudh (telaga)?" Rasulullah menjawab: " Demi dzat yang jiwa Muhammad
ada di tanganNya, sungguh bejananya lebih banyak dari jumlah
bintang-bintang dan planet-planet yang ada di langit di malam malam
gelap gulita tanpa awan. Bejana-bejana dari surga. Barangsiapa yang
minum darinya, maka tidak akan merasa haus selamanya. Ada dua talang
dari surga yan menjulur ke dalamnya. barangsiapa yang minum darinya,
tidak akan merasa haus selamanya. Lebar sungai tersebut sama dengan
panjangnya, kira-kira sejauh antara Amman dan Aila`. Airnya lebih putih
dari susu dan lebih manis dari madu".[14]
WAJIBNYA BERIMAN KEDAPA TELAGA NABI
Al-Qurtubi berkata dalam Al-Mufhim [15]
"Di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas setiap muslim mukallaf
untuk mengetahuinya dan membenarkannya adalah:
Bahwasanya Allah telah menganugerahkan karunia buat NabiNya Muhammad
secara khusus berupa Al-Kautsar, yaitu haudh (telaga) yang telah
dijelaskan nama, sifat, minuman dan bejananya dalam banyak hadits yang
shahih dan masyhur. Sehingga membekaskan pengetahuan yang pasti dan
keyakinan yang bulat. Sebab, telah diriwayatkan dari Nabi melalui lebih
dari tiga puluh sahabat-sahabat, riwayat dua puluh orang diantara mereka
tercantum dalam Shahihain dan riwayat lain terdapay dalam selain dua
kitab tersebut, dengan jalur periwayatan yang shahih dan riwayat yang
masyhur"
Ulama salaf dan ulamah ahlus sunnah wal jama'ah dari kalangan kholaf
telah sepakat untuk menetapkannya. Sedangkan aliran ahli bid'ah
mengingkarinya. Merka menyimpangkannya dari makan tekstualnya, dan
berlebih-lebihan dalam menafsirkannya tanpa dalil yang bisa diterima
akan atau budaya. Padahal tidak ada kepentingan untuk menakwilkannya.
Maka, muncullah orang-orang yang merobek kesepakatan ulama salaf dan
meinggalkan madzhab imam generasi khalaf.
Qadli Iyadh berkata: "Hadits-hadits tentang telaga adalah shahih,
beriman kepadanya merupakan suatu kewajiban, dan membenarkannya
merupakan bagian dari iman. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah maknanya
adalah seperti makna zhahirnya, tidak perlu ditakwilkan atau
diperdebatkan lagi.
Haditsnya bersifat mutawatir. Banyak sahabat yang meriwayatkannya. Imam
Muslim menyebutkan hadits itu melalui riwayat Ibnu Amr bin 'Ash, Aisyah,
Ummu Salamah, Uqbah bin Amir, Ibnu Mas`ud, Harits bin Wahab, Mustaurid,
Abu Dzar, Tsauban, Anas dan Jabir bin Samurah.
Sedangkan selain Imam Muslim, meriwayatkannya melalui sahabat Abu Bakar
As-Siddiq, Zaid bin Arqam, Abu Umamah, Abdullah bin Zaid, Abu Barzah,
Suwaid bin Jabalah, Abdullah bin Ash Shanabahi, Al Barra` bin 'Azib,
Asma` binti Abu Bakr, Khaulah binti Qais dan lain-lain.
An-Nawawi berkata: Bukhari dan Muslim meriwayatkan juga dari Abu
Hurairah.
Selain Bukhari dan Muslim juga meriwayatkannya dari riwayat Umar bin
Khatthab, 'A'idz bin Umar dan lainnya.
Al-Hafidz Abu Bakar Al-Baihaqi telah mengumpulkan seluruhnya dalam
bukunya Al Ba'tsu Wan Nusyur lengkap dengan sanad-sanadnya. Qhadi Iyadl
berkata, "Dengan pnejelasan ini, hadits tersebut bisa masuk kategori
mutawatir."[16]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, "Seluruh sahabat yang disebutkan Qadli
Iyadh berjumlah dua puluh lima orang, An-Nawawi menambah tiga sahabat
lagi dan aku telah menambah jumlah itu sebanyak yang mereka sebutkan,
sehingga semuanya berjumlah lima puluh orang sahabat....
Telah sampai kepadaku kabar bahwa sebagian ulama mutaakhirin
(ulama-ulama sekarang) mencatat jumlah sahabat (yang meriwayatkannya)
lebih dari delapan puluh orang".
Jadi, ayat tersebut menunjukkan dengan jelas terhadap apa yang menjadi
masyhur di kalangan mayoritas ulama tentang keistimewaan pemberian
Al-Kautsar kepada Nabi kita. Beliaulah yang mempunyai maqam mahmud dan
al-haudh (telaga).
Ya Allah! berikanlah kami minum dari telaga itu yang akan membuat kami
tidak akan merasa haus setelah meminumnya untuk selama-lamanya.
Sesungguhnya Engkau menjamin segala kebaikan dan Cukuplah Engkau bagi
kami, sebaik-baik penolong dan hanya kepadaMu tujuan hidup kami.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun IX/1426H/2005.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_________
Footnotes
[1]. Diangkat dari Khulashatul Atsari Fi Ta'wili Qaulihi Ta'ala Inna
A'thainaakal Kautsar dari Majalah Al-Ashalah Th. V edisi 29, 15 Sya'ban
1421H. Diterjemahkan oleh Suhaib Singapuri hafidzahullah.
[2]. Al-Fawaid Al-Musyawwiq hlm. 253-255
[3]. Daqaiqu At-Tafsir (6/311-312)
[4]. Al-Wasith Fi Tafsiri Al-Quranil Majid (4/565)
[5]. Jami'u Al-Bayan Fi Tafsiri Al-Qur'an (30 : 208-209)
[6]. Al-Jami'u Li Ahkamil Qur'an (20/218)
[7]. HR Muslim (400) kitab shalat bab hujjatu man qaala al-basmalah
ayatun min awwali kulli surat siwa bara'ah.
[8]. HR Bukhari (8/731 - Fathul Bari), kitab at-tafsir bab surat Inna
A'thainaakal Kautsar
[9]. Al-Muharrar Al-Wajiz Fi Tafsiri Al-Kitabi Al-Aziz (16/372-373)
[10]. Tafsiru Al-Quranil Azhim (4/596)
[11]. Fathul Bari (8/732)
[12]. Daqaiqu At-Tafsir (6/312-313)
[13]. Al-Jami'u Li Ahkamil Quran (20/318)
[14]. HR Muslim (2300) kitab al-fadhail bab itsbati haudh nabiyyina
washfan
[15]. Al-Muslim (6/90)
[16]. Syarah Shahih Muslim (15/52-53)
Sumber : http://almanhaj.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar