Jumat, 28 Maret 2014

Aqidah Ajaran Nabi yang Dibilang Sesat Oleh Salafy Wahabi

Sifat Dua Puluh Adalah Aqidah Lurus Para Habib yang  Diwarisi dari Ajaran Datuknya; Rasulullah Muhammad Saw
Di kalangan para pengikut Salafy/Wahabi, sifat dua puluh selalu diisukan sebagai aqidah sesat. Mereka menyebut penganut aqidah sifat dua puluh sebagai golongan sesat masuk neraka.  Dengan sinis tanpa malu-malu mereka menjuluki kaum Ahlussunnah Waljama’ah sebagai Asysya’iroh/asy’ariyyun. Akan tetapi walaupun mereka bermaksud sinis, di sisi lain kaum Asy’ari tetap bangga dan percaya diri jika dijuluki dengan Asy’riyyun, karena memang perumus sifat dua puluh adalah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari. Berbeda dengan Salafy Wahabi yang akan marah atau tersinggung berat  jika disebut Wahabi. Terkesan mereka tidak PEDE dengan julukan itu mengindikasikan ada something wrong dengan ajaran aqidah mereka. Mereka amat sangat berkeinginan agar kaum Ahlussunnah Waljama’ah mau meninggalkan sifat dua puluh dan beralih ke tauhid versi aqidah Wahabi yaitu tiga tauhid; tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah, tauhid Asma’ washifat.
Ada komentar menarik di blog ini tentang Ahlussunnah Waljama’ah yang disampaikan oleh Wong Ko Lutan dan Ahmad Syahid. Komentar ini sebagai jawaban dari sebuah pertanyaan yang diajukan Sekar yang merasa bingung tentang apa itu Ahlussunnah Waljama’ah. Sebab semuanya mengklaim sebgai Ahlussunnah Waljama’ah. Tentu saja kita tidak usah bingung, sebab kita masih bisa melacak sejarah dari masing-masing firqah Islam tersebut.
Mari kita simak penjelasan oleh Wong Ko Lutan dan Ahmad Syahid tersebut……
Wong Ko Lutan Say:
Sekar yang bingung, Antum tidak usah bingung lagi,
Berikut ini adalah Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah (ASWAJA)
-Ahlussunnah berarti penganut sunnah Nabi Muhammad SAW.
-Wal-Jama’ah berarti penganut i’tiqad jama’ah sahabat Nabi.

-Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah ialah kaum yang menganut i’tiqad yang dianut Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat beliau.
I’tiqad Nabi dan para sahabat itu sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, terdapat dalil secara terpencar di beberapa ayat dalam surat-surat Al-Qur’an, belum tersusun secara sitematis. I’tiqad itu kemudian dihimpun dan dirumuskan secara sistematis sebagai ilmu aqidah oleh seorang ulama besar di bidang Ilmu Aqidah (ushuluddin), yaitu Imam Abul Hasan Al-Asy’ari. Ulama besar ini dilahirkan di kota Bashrah, Iraq pada tahun 260 H/873 M, dan meninggal dunia di kota itu juga pada tahun 324 /935 M, dalam usia 64 tahun.
Karena i’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah dihimpun dan dirumuskan oleh Imam Abul Hasan Al-Asy’ari maka ada yang menyebut kaum Ahlussunnah wal Jama’ah dengan ‘Al-Asy’ariyah’ sebagaimana Wahabiyah untuk sebutan arabnya Wahabi. Kalau ada yang menyebut Asy’ariyah, maksudnya adalah pengikut-pengikut Imam Abul Hasan Al-Asy’ari seorang Ulama penghimpun dan perumus i’tiqad Ahlusuunnah Waljama’ah berdasar Al-qur’an dan Hadits Nabi SAW..
Ada juga sering terdengar perkataan ‘Sunni’ maksudnya adalah kependekan Ahlussunnah wal Jama’ah, orang-orangnya disebut dalam bahasa arab sebagai ‘Sunniyyun’.
Adapun tokoh kedua i’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah ialah Abu Manshur Al-Maturidi. Faham dan i’tiqadnya sama atau hampir sama dengan faham i’tiqad Imam Abul Hasan Al-Asy’ari. Beliau lahir di kota Maturidi, Samarqand (termasuk wilayah Uzbekistan Soviet sekarang) kira-kira pada pertengahan abad ke -3 H dan meninggal di Samarqand pada tahun 332 H/944 M, 9 tahun setelah wafatnya Imam Abul Hasan Al-Asy’ari.
Kedua tokoh tersebut di atas adalah sebagai penggali, perumus, penyiar sekaligus mempertahankan apa yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang sudah di-i’tiqad oleh Nabi Muhammad SAW, serta sahabat-sahabat beliau.
Dalam kitab ‘Ithafu Sadatil Muttaqin’ yang ditulis oleh Imam Muhammad Al-Husni Az-Zabidi, yaitu syarah kitab ‘Ihya’ Ulumuddin’ karya Imam Al-Ghazali, ditegaskan sebagai berikut, yang artinya: “Manakala disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, maka maksudnya ialah Muslimin yang mengikuti rumusan (faham) Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan faham Abu Manshur Al-Mathuridi”.
Nah, belakangan sejak muncul Wahabi dari Nejd yang kemudian juga melahirkan tokoh kenamaan mereka Yaitu Saikh Nashir (din) Al-Albani maka dia menyabot (sabotase, membajak) nama Ahlussunnah Waljama’ah untuk dipaksakan dipakai firqah Wahabi, padahal sebelumnya mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Muwahidun (orang-orang bertauhid). Menurut jejak sejarah, mereka sebelumnya tidak dikenal sebagai Ahlussunnah Waljama’ah.  Karena Mereka memaksakan diri dalam memakai sebutan Ahlussunnah Waljama’ah, maka di lapangandakwahnya akhirnya mereka selalu berbenturan dengan Ahlusunnah Waljama’ah yang asli.
Sebagai contoh;
-Ahlussunnah Waljama’ah menyunnahkan Tawassul kepada Nabi setelah wafatnya, Wahabi justru memvonis musyrik kepada pelaku tawassul.

-Ahlussunnah Waljama’ah menagkui ilmu Tasawwuf, justru Wahabi memusyrikkan pelaku Tasawwuf.

-Ahlussunnah menyunnahkan ziarah makam Nabi, justru Wahabi melarangnya bahkan sampai memusyrikkan pelaku ziarah tsb.

-Ahlussunnah Waljama’ah membolehkan menggunakan Hadits dlo’if, Wahabi justru menyamakan hadits dlo’if dengan hadits Maudlu’ (palsu).

-Masih banyak lagi, sehingga para pengikut Wahabi terpaksa harus merombak kitab-kita ulama mu’tabar agar sesuai dangan hawa nafsu Wahabi.
Bahkan Wahabi tanpa sungkan memvonis sesat kepada tokoh sentral Ahlussunnah Waljama’ah yaitu Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Mathuridi.
Demikian Sekar,
Tentunya Wahabi memiliki versi sendiri tentang Ahlussunnah Waljama’ah, inilah sebabnya kenapa Wahabi disebut juga sebagai fitnah dalam Islam, yaitu Fitnah Wahabi. Belakangan mereka juga menyebut diri mereka sebagai Salafy …. Mungkin mereka ingin menghapus citra buruk Wahabi dengan mengganti namanya jadi Salafy dan mengaku sebagai Ahlussunnah Waljama’ah. Tapi tentunya ciri Wahabi yang melekat pada mereka tidak serta-merta hilang dengan ganti nama tersebut.
Wallohu a’lam bish-shawab
*****
Penjelasan di atas diperkuat oleh keterangan saudara Ahmad Syahid sebagai berikut:
Sekar,
perdebatan soal Bid`ah sudah cukup lama terjadi dan hingga hari ini belum juga mencapai titik temu. Kesimpulan Akhir bagi saya adalah mengikuti Mayoritas kaum muslimin sebagaimana wasiat Rosulallah SAW agar kaum muslimin tetap berada pada mayoritas. Sebab Allah SWT tidak akan mengumpulkan ummat Islam dalam kesesatan. Dan dari dulu hingga kini mayoritas ummat Islam baik yang Ulama, ataupun yang awam tergabung dalam Aqidah Ahlu Sunnah Waljama’ah ‘ala Asy`ariyah dan Maturudiyah.
Klik di sini untuk melihat Komentar Saudara Wong Ko Lutan dan Ahmad Syahid tersebut.
*****
Tahukah anda bahwa ternyata Mayoritas Ummat Islam di seluruh dunia dan Para Habib anak cucu Rasulullah Saw juga mengikuti aqidah sifat dua puluh yang  dihimpun  dan disusun oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari?
Di bawah ini adalah cover depan dan belakang dari buku “AKIDAH MENURUT AJARAN NABI “, ditulis kembali oleh Habib Hasan Husen Assagaf.  Buku ini merupakan syarah (penjelasan) kitab Durus Al-’Aqaid Ad-Diniyyah juz ke 4, karya kakeknya yaitu Habib Abdurrahman bin Saggaf bin Husen binAbubakar bin Umar bin Saggaf Assagaf. Silahkan baca sinopsis singkat tentang sifat dua puluh di cover belakangnya.

2 komentar:

  1. Mreka bertujuan sperti nabi ibrahim,musa n muhammad, mntang ajran nenek moyang yg dluar islam. Tlg dilihat prbdaan scara mnyeluruh, misal: ziarah ke kubur nabi, mreka menilai kta kebykan berpinta2 disitu blm mngenai hal2 lain. Wassalam

    BalasHapus
  2. Soal maulid dan isra miraj, nabi msh hdp ketika hal itu terjadi n tdk pernah mlksnkannya. Mnmbh suatu hkm diprblhkan apbla trpaksa dn untuk kmaslhtan umum tp tdk utk trs mnerus

    BalasHapus