Sabtu, 19 April 2014

Apa Itu Nur Muhammad?




Dalam ilmu tasawuf, Nur Muhammad mempunyai pembahasan mendalam. Nur Muhammad disebut juga hakikat Muhammad.

Sering dihubungkan pula dengan beberapa istilah seperti al-qalam al-a’la (pena tertinggi), al-aql al-awwal (akal utama), amr Allah (urusan Allah), al-ruh, al-malak, al-ruh al-Ilahi, dan al-ruh al-Quddus.

Tentu saja, sebutan lainnya adalah insan kamil. Secara umum istilah-istilah itu berarti makhluk Allah yang paling tinggi, mulia, paling pertama dan utama. Seluruh makhluk berasal dan melalui dirinya. Itulah sebabnya Nur Muhammad pun disebut al-haq al-makhluq bih atau al-syajarah al-baidha' karena seluruh makhluk memancar darinya.

Ia bagaikan pohon yang daripadanya muncul berbagai planet dengan segala kompleksitasnya masing-masing. Nur Muhammad tidak persis identik dengan pribadi Nabi Muhammad SAW. Nur Muhammad sesungguhnya bukanlah persona manusia yang lebih dikenal sebagai nabi dan rasul terakhir.

Namun tak bisa dipisahkan dengan Nabi Muhammad sebagai person, karena representasi Nur Muhammad dan atau insan kamil adalah pribadi Muhammad yang penuh pesona. Manusia sesungguhnya adalah representasi insan kamil. Oleh karena itu, dalam artikel terdahulu, manusia dikenal sebagai makhluk mikrokosmos.

Sebab, manusia merupakan miniatur alam makrokosmos. Posisi Muhammad sebagai nabi dan rasul dapat dikatakan sebagai miniatur makhluk mikrokosmos karena pada diri beliau merupakan tajalli Tuhan paling sempurna. Itu pula sebabnya, mengapa Nabi Muhammad mendapatkan berbagai macam keutamaan dibanding nabi-nabi sebelumnya.

Bahkan hadits-hadits Isra’ Mikraj menyebutkan, Rasulullah pernah mengimami nabi yang pernah hidup sebelumnya. Melalui Nur Muhammad, Tuhan menciptakan segala sesuatu. Dari segi ini, Al-Jilli menganggapnya qadim dan Ibnu ‘Arabi menganggapnya qadim dalam kapasitasnya sebagai ilmu Tuhan dan baharu ketika ia berwujud makhluk.

Namun perlu diingat bahwa konsep keqadiman, menurut Ibnu Arabi, ada dua macam, yaitu qadim dari segi dzat dan qadim dari segi sesuatu itu masuk ke wilayah ilmu Tuhan. Nur Muhammad, menurut Ibnu Arabi, masuk kategori qadim jenis kedua, yaitu bagian dari ilmu Tuhan (qadim al-hukmi) bukan dalam qadim al-dzati.

Dengan demikian, Nur Muhammad dapat dianggap qadim dalam perspektif qadim al-hukmi, namun juga dapat dianggap sebagai baharu dalam perspektif qadim al-dzati. Dalam satu riwayat juga pernah diungkapkan bahwa Nabi Muhammad adalah sebagai nabi pertama dan terakhir.

Ia disebut sebagai nabi pertama dalam arti bapaknya para ruh (abu al-warh al-wahidah), nabi terakhir karena memang ia sebagai khatam an-nubuwwah wa al-mursalin.

Sedangkan, Nabi Adam hanya dikenang sebagai bapak biologis (abu al-jasad). Jika dikatakan Muhammad SAW nabi pertama dan terakhir bagi Allah SWT, tidak ada masalah.

Nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang kelihatannya paradoks, seperti al-awwal wa al-akhir, al-dhahir wa al-bathin, al-jalal wa al-jamal, juga tidak ada masalah bagi-Nya, karena itu semua hanya di level puncak (al-a’yan ats-tsabitah) atau wujud potensial, tidak dalam wujud aktual (wujud al-kharij).

Dasar keberadaan Nur Muhammad dihubungkan dengan sejumlah ayat dan hadits. Di antaranya, "Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya (Nur) dari Allah dan kitab yang menerangkan." (QS. Al-Maidah 15).

Ayat lainnya, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu), bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21). Ada pula hadits, "Saya adalah penghulu keturunan Adam pada hari kiamat."

Hadits riwayat Bukhari menjadi dasar lainnya, yaitu "Aku telah menjadi nabi, sementara Adam masih berada di antara air dan tanah berlumpur." Ada lagi suatu riwayat panjang yang banyak ditemukan dalam literatur tasawuf dan literatur-literatur Syiah adalah pertanyaan Sayyidina Ali RA kepada Rasulullah.

"Wahai Rasulullah, mohon dijelaskan apa yang diciptakan Allah sebelum semua makhluk diciptakan?"

Rasul menjawab, "Sebelum Allah menciptakan yang lain, terlebih dahulu Ia menciptakan nur nabimu (Nur Muhammad). Waktu itu belum ada lauh al-mahfuz, pena (qalam), neraka, malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, bintang, jin, dan manusia.

Kemudian dengan iradat-Nya, Dia menghendaki adanya ciptaan. Ia membagi Nur itu menjadi empat bagian. Dari bagian pertama, Ia menciptakan qalam, lauh al-mahfuz, dan Arasy. Ketika Ia menciptakan lauh al-mahfuz dan qalam, pada qalam itu terdapat seratus simpul.

Jarak antar simpul sejauh dua tahun perjalanan. Lalu, Allah memerintahkan qalam menulis dan qalam bertanya, 'Ya Allah, apa yang harus saya tulis?' Allah menjawab, 'Tulis La Ilaha illa Allah, Muhammadan Rasul Allah.' Qalam menjawab, 'Alangkah agung dan indahnya nama itu, ia disebut bersama asma-Mu Yang Maha Suci.'

Allah kemudian berkata agar qalam menjaga perilakunya. Menurut Allah, nama tersebut adalah nama kekasih-Nya. Dari nur-Nya, Allah menciptakan Arasy, qalam, dan lauh al-mahfuz. Jika bukan karena dia, ujar Allah, dirinya tak akan menciptakan apa pun. Saat Allah menyatakan hal itu, qalam terbelah dua karena takutnya kepada Allah."


"Sampai hari ini, ujung qalam itu tetap terbelah dua dan tersumbat sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia Ilahi."

"Oleh karena itu, jangan ada seorang pun gagal dalam memuliakan dan menghormati nabinya atau menjadi lalai dalam meneladaninya. Selanjutnya, Allah memerintahkan qalam untuk menulis."

"Qalam bertanya, Apa yang harus saya tulis, ya Allah? Dijawab oleh Allah, Tulislah semua yang akan terjadi sampai hari pengadilan. Qalam pun kembali bertanya tentang apa yang harus ia mulia tuliskan. Allah menegaskan, agar qalam memulai dengan kata-kata, Bismillah Ar-Rahman Ar-Rahim."

"Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian qalam bersiap menulis kata-kata itu pada Lauh Al-Mahfudz dan menyelesaikan tulisan itu dalam kurun waktu 700 tahun. Saat qalam telah menulis kata itu, Allah menyatakan bahwa qalam telah menghabiskan 700 tahun menulis tiga nama-Nya."

Ketiga nama itu adalah nama keagungan-Nya, kasih sayang-Nya, dan empati-Nya. Tiga kata-kata yang penuh barakah ini dibuat sebagai hadiah bagi umat kekasih-Nya, yaitu Muhammad. Di samping ayat dan hadis tersebut di atas juga masih ada nasihat atau perkataan yang menarik untuk dikaji bersama.

Antara lain, ungkapan yang disampaikan Al-Khallaj sebagai berikut, "Maha Suci (dzat) yang nasut-Nya telah melahirkan rahasia cahaya lahut-Nya yang cemerlang; kemudian ia kelihatan bagi makhluk-Nya secara nyata dan dalam bentuk (manusia) yang makan dan minum."

Mungkin inilah sebabnya mengapa Nabi Muhammad memiliki berbagai keutamaan, seperti satu-satunya yang bisa mengakses langsung Sidrah Al-Muntaha, maqam paling puncak, diberi Lailah Al-Qadr, diberi hak memberi syafaat di hari kiamat, umatnya paling pertama dihisab, paling pertama masuk surga, dan paling berhasil misinya.

Dalam kitab Fushush Al-Hikam karya Ibnu Arabi, dibahas lebih mendalam hakikat Nur Muhammad (Haqiqah Al-Muhammadiyyah). Yang menarik di dalam pembahasan itu, kita semua umat manusia mempunyai unsur-unsur kemuhammadan (Muhammadiyyah) seperti halnya di dalam diri manusia terdapat unsur-unsur keadaman (Adamiyyah).

Muhammadiyyah, Adamiyyah, dan sejumlah manusia suci lainnya, ternyata bermakna fisik dan simbolis, atau makna esoteris di samping eksoteris. Uraian tentang Nabi Muhammad, kemuhammadan, dan Nur Muhammad serta relasinya dengan kita sebagai sebagai makhluk mikrokosmos sangat menarik disimak.

Terlepas apakah nanti setuju atau tidak setuju keseluruhannya, itu wilayah otonomi intelektualitas kita masing-masing. Wallahua’lam.

Sumber : Republika

Hadits tentang Nur Muhammad


Sebagaimana Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dengan sanadnya sampai ek Jaabir bin Abdullah Al An-shaari; bahwasanya ia pernah bertanya :”Demi Ayah Ibuku ya Rasulullah, Beritahukanlah padaku tentang suati yang dicipta Allah sebelum segala yang lain1”
Jawab beliau; “Wahai Jabiir, Sesungguhnya Allah telah menciptakan Nur Nabimu :Muhammad, dari Nur-Nya sebelum sesuatu yang lain (didalam kitab maulid Simtud Duror)
Hadits Jabir berhubung Nur Muhammad s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam 'Abdur Razzaq terus menjadi pertikaian. Sebahagian mentsabitkannya, manakala sebagian lagi menolaknya dengan alasan tidak dijumpai termaktub dalam Musannaf beliau. Sebagian menjadikan ketakwujudan atau mungkin ketakjumpaan hadits tersebut dalam Musannaf sebagai alasan untuk menolak dan membid'ah konsep Nur Muhammad. Akan tetapi di sebagian yang menolak tsabitnya hadits Jabir tersebut, ada juga yang tidak menolak konsep Nur Muhammad, mereka cuma menolak pentsabitan hadits tersebut.
Walau apa pun, wujudnya perbedaan pendapat ini jelas menunjukkan bahawa perkara ini termasuk dalam perkara khilafiyyah yang berlaku di kalangan ulama. Maka sewajarnya kita menjaga adab dalam perkara ini demi keutuhan ukhuwwah dan kesatuan umat.

Majalah Dakwah Bulanan yang dibawah penyeliaan dan pimpinan Habib Taufiq as-Segaf, "Cahaya Nabawiy" edisi No. 63 Tahun VI Rajab 1429, turut memuatkan jawapan pengasuh ruangan Istifta'nya, Ustaz Muhibbul Aman Aly, berhubung hadits Nur Muhammad ini.

Hadits tentang Nur Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Abdur Rozaq ini diantaranya disebutkan oleh Syekh Sa'dud Din at-Taftazani dalam kitab "Syarh Burdatul Madikh", Syekh Sulayman al-Jamal dalam kitab "Syarh al-Syamail", Syaikh Ibnu Hajar al-Haytami dalam kumpulan fatwa haditsnya, Syekh Ahmad al-Showi al-Maliki dalam kitab "Bulghotus Salik", Syekh Abdulloh al-Khifaji dalam kitab "al-Siroh al-Halabi" dan ulama-ulama lainnya.

Ada sebagian orang yang meragukan keberadaan hadits ini, karena redaksi hadits ini tidak ditemukan dalam kitab Musnad (kumpulan hadits) Abdur Rozaq yang beredar saat ini, tetapi alasan ini tidak kuat, karena terbukti para ulama dahulu banyak mengutip hadits ini dari riwayat Abdur Rozaq. Ini berarti redaksi hadits ini termuat dalam manuskrip kitab Musnad Abdur Rozaq yang beredar pada zaman dahulu, dan yang beredar saat ini bukan manuskrip yang lengkap sebagaimana yang diterima oleh para ulama pada masa dahulu.

Pada tahun 1428H / 2007M, Syekh 'Isa bin Abdulloh al-Khimyari, seorang ulama ahli hadits, mengaku telah menemukan manuskrip kuno kitab Musnad Abdur Rozaq yang didalamnya tertulis beberapa hadits yang tidak ditemukan dalam cetakan yang beredar saat ini. Termasuk di dalamnya hadits tentang Nur Muhammad SAW ini. Meskipun penemuan ini masih diragukan oleh sebahagian kalangan, yang jelas hadits ini telah banyak dinukil oleh para ulama terdahulu. Ini sudah cukup membuktikan keberadaannya. Terlepas dari perbedaan pendapat para ahli hadits tentang kesahihannya.
Beginilah kedudukan hadits Nur Muhammad yang diriwayatkan oleh Sayyidina Jabir r.a. Dalam penolakan sebahagian, sebahagian pula menerima dan mentsabitkannya. Dan yang jelas, para ulama daripada kalangan habaib Bani 'Alawi dan Ahli Sunah WAl jamaah pada umumnya menerima dan berpegang dengan hadits tersebut sebagaimana termaktub dalam karya Habib 'Ali bin Muhammad al-Habsyi yang termasyhur "Simthud Durar" diatas.


Sumber : http://sufiroad.blogspot.com/

Makna As-Shalatu Dan As-Salamu Alan-Nabi Shalla Allahu Alaihi Wa Sallam

"As-ShaIawat”, adalah sebuah suku kata dalam bentuk jama’ dari kata As-Shalatu, yang artinya secara mutlak adalah "AD-DU'A " yaitu "DU'A ".
Kemudian kata-kata itu didalam agama dipakai untuk beberapa istilah atau untuk beberapa makna. Dalam bidang ilmu fiqh, dia dipakai sebagai satu istilah untuk menunjukkan kepada suatu perbuatan tertentu dengan ucapan-ucapan tertentu, yang harus dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, yang dibuka dengan pengucapan Takbiratul-ihram dan diakhiri dengan pengucapan As-Salam, sebagaimana telah dimaklumi.
Adapun mengenai makna kata-kata "AS-SHALATU" yang pada lazimnya dipergunakan dalam kata-kata memberikan As-Shalawat 'alan-Nabi shalla A’lllahu 'alaihi wa alihi wa sallam, .untuk menjelaskannya maka kami salinkan penjelasan yang telah diberikan oleh As-Syaikh 'Abdul-Qadir Al-Jailani dalam kitabnya "Al-Ghunyah Li Thalibi Thariqil-Haqqi 'Azza Wa Jalla" sehubungan dengan penjelasan Beliau mengenai ayat: As Syaikh Abdul Qodir Jilani Mengatakan :
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam 'alan-Nabi shalla Atldhu 'alaihi wa alihi wa sallam dari Allah, dia adalah Ar-Rahmatu, yaitu pemberian rahmat kepada Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sal lam.
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari para Malaikat, dia adalah As-Syafa'atu wal-Istighfar yaitu pemberian syafa'at dan memohonkan pengampunan bagi Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam.
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari AI-Mukminin adalah Ad-Du'a" wats-Tsana, yaitu mendu'akan dan menyatakan pujian bagi Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam.
Kemudian Beliau mengatakan : "dan mengenai hal itu:

As Syeikh Mujahid mengatakan :
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari Allah dia adalah At-Taufiqu wal-lshmahtu, yaitu pemberian taufiq dan pemeliharaan bagi Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alaihi wa sallam.
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari para Malaikat, dia adalah Al-'Aunu wan-Nushratu, yaitu pemberian bantuan dan pembelaan bagi Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam.
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari Al-Mukminin dia adalah Al-Ittiba'u wal-Hurmatu, yaitu pengikutan dan memberikan penghormatan kepada Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam.

As-SYaikh Ibnu 'Atha Mengatakan :
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari Allah Tabaraka wa Ta'ala, dia adalah Ta'dzhimu Al-Hurmati, yaitu mengagungkan kehormatan Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alibi wa sallam.
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam'alan-Nabi shalla Allahu'alaihi wa alihi wa sallam dari para Malaikat adalah Idzharul-Karamati, yaitu menampakkan agar terlihat dengan nyata semua kemuliaan Beliau shalla Allahu 'alaihi wa ‘Aihi wa sallam. •
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam'alan-Nabi shalla AIlahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari ummatnya adalah Thalabus-Syafi'ati, yaitu permintaan agar memperoleh syafe'at dari Beliau shalla Allahu 'alaihi wa Slihi wa sallam.

Ulama Lainnya Menyatakan :
• Pemberian As-Shalawat dan AsSalam 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari Allah subhana Hu wa ta'Ala adalah Al-Wushlatu, yaitu penghubungan yang diberikan kepada Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam.
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salim 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari para Malaikat adalah Ar-Raqqatu, yaitu meninggikan derajat Beliau shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam.
• Pemberian As-Shalawat dan As-Salam 'alan-Nabi shalla Allahu 'alaihi wa alihi wa sallam dari ummatnya adalah Al-Mutaba'atu wal-Mahabbatu, yaitu pengikutan dan kecintaan kepada Beliau shalla Allahu 'alaihi wa Slihi wa sallam.

Begitulah keterangan Beliau yang dapat kami sampaikan disini.

Dinukil dari Kitab Sa’adatud-darain Fis Shalati ’ala Sayyidil Kaunai – As-Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani , oleh Al Habib Muhammad bin Ali Al-Syihab

Sumber : http://sufiroad.blogspot.com/

Bermimpi Rasulullah dengan Sholawat Al Fatih


Bermimpi melihat Rasulullah adalah Haq, didalam hadits dijelaskan:

من رآني في المنام فقد رآني فإن الشيطان لا يتخيل بي
Siapa yang melihatku dalam mimpi, dia benar-benar melihatku. Karena setan tidak mampu meniru rupa diriku.” (HR. Bukahri dan Muslim)

Dalam satu riwayat tercantum dengan lafadz

مَنْ رَآنِي فَقَدْ رَآى الحَقَّ

Barangsiapa melihatku dalam mimpi maka dia benar benar telah melihatku.

Menurut Imam Nawawi berkata:"Melihat RAsulullah adalah salah satu kegembiraan yang luhur dan berita gembira yang agung. Allah mengkhususkan hal itu bagi orang-orang yang dicintaiNya. Melihat Rasulullah adalah hak yang umum bagi setiap orang mukmin dan muslim, baik saleh ataupun tidak saleh, namun bentuknya berneda-beda sesuai dengan perbedaan sumber yang keluar dari ahri mereka, kebersihan, dan kesiapan mental mereka."

Salah satu risalah berjumpa rasulullah dalam mimpi yaitu dengan membaca sholawat Fatih yang terdapat didalam kitab Maghnatisul Qabul Fil Wushul Ila Ru'yati Sayyidina Rasul karya Syaikh Hasan Muhammad Syiad Ba'Umar.

Berikut adalah sholawat Al Fatih yang dinisbahkan oleh Sayyid Muhammad Al Bakry


Allâhumma shalli `alâ Sayyidinâ Muhammadini ‘l-fâtihi limâ ughliq, wa ‘l-khâtimi limâ sabaq, nâshiri ‘l-haqqi bi ‘l-haqq, wa ‘l-hâdî ilâ shirâthika ‘l-mustaqîm, wa `alâ âlihi haqqa qadrihî wa miqdârihi ‘l-`azhîm.

Ya Allah berikanlah shalawat kepada penghulu kami Nabi Muhammad yang membuka apa yang tertutup dan yang menutupi apa-apa yang terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran yang memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus. Dan kepada keluarganya, sebenar-benar pengagungan padanya dan kedudukan yang agung.

Diriwayatkan: Barangsiapa membacanya sebanyak 1000 kali pada malam kamis atau malam jumat atau malam senin maka orang itu akan berkumpul bersama nabi.
Pembacaan sholawat tersebut dilaksanakan selepas sholat sunnah empat rekaat, pada rekaat pertama setelah surat alfatihah membaca surat al Qodr tiga kali
Pada rekaat kedua surat Al Zalzalah tiga kali
Pada rekaat ketiga surat Al Kafirun tiga kali dan
Pada rekaat keempat membaca surat Al Mu’awwizatain (Al Falaq dan An Nas) tiga kali
Pada saat membacanya bakarkanlah dupa atau kayu gaharu

hal yang penting dalam melakukan riyadah ini seperti yang dicontohkan oleh ulama-ulama terdahulu adalah dengan menumbuhkan kecintaan yang dalam terhadap rasulullah. dengan kecintaan ini akan membuat hubungan spiritual yang dekat dan tersambung dengan setiap lafadz sholawat atau mawlid yang kita baca dalam memuji dan mengagungkan rasulullah.

semoga risalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengamalkannya.

Sumber : sufiroad.blogspot.com/

Haruskah Salik Menjalani Baiat?




Janji setia dari calon murid atau salik kepada mursyid biasa disebut baiat atau talqin. Dalam suatu tarekat, baiat adalah sesuatu yang lazim. Biasanya yang melakukan proses baiat ialah mursyid kepada salik. Sebelum ke proses pembaiatan, umumnya diawali perkenalan dan penjelasan langkah-langkah yang harus ditempuh jika kelak resmi menjadi murid.

Seorang calon salik diperkenalkan berbagai syarat dan ketentuan internal tarekat, misalnya kesediaan murid menyempurnakan ibadah syariah, patuh kepada mursyid, aktif dan telaten melakukan riyadhah, serta berusaha meninggalkan rutinitas duniawi, lalu memasuki wilayah tasawuf dengan menginternalisasikan sifat-sifat utama seperti sabar, tawakal, qanaah, dan syukur.

Ia secara perlahan-lahan dibimbing untuk meninggalkan dominasi eksoterisme dan memasuki wilayah esoterisme dalam beribadah. Ia dituntut berkontemplasi guna lebih banyak mengenal alam rohani, dan pada akhirnya salik berusaha respek dan mencintai mursyidnya. Bagaikan sahabat yang mencintai rasulnya.

Sang calon salik juga berlatih menumbuhkan rasa cinta (mahabbah) dan harapan besar [raja). Jika dia diyakini memiliki kemampuan untuk lanjut sebagai salik, mursyid akan membaiatnya. Prosesnya, ada yang sederhana ada juga yang lebih rumit. Ini semua bergantung pada ketentuan yang berlaku dalam sebuah tarekat.

Terkadang ada yang berbulan-bulan atau tahunan tetapi belum dibaiat. Sementara ada yang hanya beberapa hari tinggal bersama langsung dibaiat. Bergantung intensitas dan kesiapan calon murid menempa diri. Dasar hukum pelaksanaan baiat ini dihubungkan dengan surah al-Fath ayat 10.

Ayat tersebut berbunyi "Orang-orang yang berjanji setia kepadamu, sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Tuhan di atas tangan mereka. Barang siapa melanggar janjinya, niscaya akibat dia melanggar janji itu akan menimpa dirinya. Dan barang siapa menetapi janjinya kepada Allah, Allah akan memberinya pahala yang besar."

Idealnya, baiat itu mengikat, apalagi komitmen ini bertujuan positif sebagaimana ditegaskan Allah SWT, "Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji, dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah kalian". (QS al-Nahl [16] 91). "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti akan diminta pertanggungjawabannya". (QS al-Isra [17] 34).

Di dalam hadis ditemukan sejumlah riwayat yang mengajarkan konsep baiat bagi mereka yang akan menjadi pengikut khusus Rasulullah. Seperti hadis riwayat Bukhari dari Ubaidah bin Samit. Rasulullah bersabda, "Berjanjilah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu,tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan di antara tangan dan kaki kalian, dan tidak mendurhakai aku dalam kebaikan. Barang siapa di antara kalian menepati janji ini, dia akan mendapatkan pahala dari Allah. Barang siapa yang melanggar sebagian darinya lalu Allah menutupinya, hukumannya bergantung pada Allah. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengam-puninya. Dan jika tidak. Dia akan menghukumnya". Maka kami pun membaiat beliau dengan hal itu. (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

Bentuk baiat dan lafal yang pernah dilakukan Rasulullah kepada para sahabatnya berbeda-beda. Baiat secara kolektif dan individu pernah dilakukan Rasul. Contoh baiat kolektif dilakukan beliau kepada beberapa sahabatnya diungkapkan oleh Syadad bin Aus.

"Pada suatu hari, pernah ada beberapa orang berada di hadapan Rasulullah. Saat itu Rasul bertanya, apakah di antara kalian ada orang asing-maksudnya ahli kitab. Kami jawab tidak ada. Lalu, beliau menyuruh kami menutup pintu dan berucap, angkatlah tangan kalian dan ucapkan La Haha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Kemudian, Rasulullah bersabda, Segala puji hanya bagi Allah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku dengan kalimat ini. Engkau menyuruhku untuk mengamalkan-nya. Dan Engkau menjanjikan surga kepadaku dengannya. Ketahuilah bahwa aku membawa kabar gembira untuk kalian. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji. Lalu beliau bersabda, Ketahuilah bahwa aku membawa kabar gembira untuk kalian. Sesungguhnya Allah telah memberi ampunan kepada kalian." (Hadis riwayat Ahmad).

Sedangkan, contoh baiat secara individu terungkap melalui hadis yang diriwayatkan Thabrani. Baiat ini terjadi ketika Ali bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan yang paling dekat menuju Allah, yang paling mudah untuk beribadah kepada-Nya dan paling utama di sisi-Nya."

Lalu, Rasulullah menjawab agar Ali melanggengkan zikir kepada Allah secara rahasia dan terang-terangan. Ali meresponsnya dengan mengatakan bahwa semua orang melakukan zikir dan ia berharap diberi zikir khusus. "Hal paling utama dari apa yang aku ucapkan dan para nabi sebelum aku adalah kalimat La Haha illallah," demikian jawaban Rasulullah.

Seandainya langit dan kalimat ini ditimbang, kata Rasul, maka kalimat ini lebih berat daripada langit. Kiamat tidak terjadi selama di bumi masih ada orang yang mengucapkan kalimat itu. Ali bertanya kembali, bagaimana cara mengucapkannya. Rasul menjawab, " Pejamkanlah kedua matamu dan dengarkanlah aku La Haha illallah, diucapkan tiga kali. Ucapkanlah tiga kali kalimat itu dan aku mendengarkannya." Ali mengucapkannya dengan keras.

Ditemukan banyak lagi hadis yang menerangkan cara pembaiatan kepada orang dan kelompok. Setelah Rasulullah wafat, pembaiatan terus dilakukan oleh para sahabat. Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali pernah membaiat orang dan kelompok. Tradisi itu dilanjutkan oleh para praktisi tarekat sampai saat ini.

Baiat di sini bukan baiat politik seperti Baiatul Aqabah kaum Anshar atau baiat sebagai tanda pengakuan kekuasaan terhadap seorang pemimpin. Ini adalah baiat spiritual yang dimana seseorang atau kelom-pok orang menyatakan janji suci kepada Allah untuk hidup sebagai orang yang saleh/salehah di depan mursyidnya.

Pertanyaan yang mendasar tentang baiat ini, mestikah seseorang dibaiat? Bagaimana dengan orang-orang yang memilih hidup di luar tarekat, yang di sana tidak umum dikenal ada baiat atau talqin? Apakah keislaman tidak sempurna tanpa baiat atau talqin? Tidak ada kesepahaman para ulama tentang wajibnya baiat.

Baiat di dunia tarekat bisa diperbarui seandainya seseorang memerlukan pengisian kembali (recharging) energi spiritual dari mursyid. Namun perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa mursyid bukan santo atau lembaga pastoral yang dapat atas nama Tuhan memberikan pengampunan dosa terhadap jamaah.

Fungsi mursyid sebagaimana telah diuraikan dalam artikel terdahulu hanya berfungsi sebagai motivator dan tutor yang dipercaya! salik. Banyak cara orang untuk memperoleh ketenangan dan sekaligus motivasi untuk menggapai rasa kedekatan diri dengan Tuhan. Salah satu di antaranya ialah menyatakan komitmen spiritual kepada Tuhan di depan atau melalui mursyid yang dipilih.

Jika pada suatu saat mengalami krisis spiritual, ia merasa sangat terbantu oleh kehadiran sahabat spiritual yag berfungsi sebagai konsultan spiritualnya. Tentu, sekali lagi bukan memitoskan atau mengultuskan seseorang. Tetapi secara psikologis, setiap orang pada dasarnya membutuhkan referensi personal untuk mengatasi kelabilan hidupnya.

Ini bukan bidah karena memiliki dasar yang kuat dalam Alquran dan hadis. Namun tidak berarti bagi mereka yang tidak pernah menjalani baiat, keislamannya bermasalah, sebab baiat bukan sesuatu yang wajib.


Sumber : http://sufiroad.blogspot.com/

Senin, 14 April 2014

Alam dan Zat Allah s.w.t.

Untuk pembahasan ini perlu rasanya dijelaskan istilah dan pengertian sekedarnya, meskipun penjelasan penjelasan yang ada sebenarnya sudah cukup memadai .
Alam yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sesuatu yang lain daripada Allah, yang diadakan atau yang diciptakan, umumnya juga dikatakan dengan “aghyar”. Jadi jelas sekali bahwa “alam” bukanlah Zat Allah.
Dari sinilah sebenarnya patokan kita untuk memahami setiap masalah yang menyangkut Tasawuf yang membicarakan tentang Ketuhanan.
Didalam pembahasan ini ada kata kata sebagai berikut :
  1. Alam Nuskhatul Haqqi = Alam adalah naskah Tuhan
  2. Alam Cermin Tuhan = Dalam istilah Alam Mir’atul Haqqi.
  3. Alam Mazhar Wujudullah = Alam,pembuktian ujud Allah.
  4. Alam Ainul Haqqi = Alam adalah kenyataan Tuhan.
Kata-kata yang seperti ini tidak bisa hanya dilihat dan dibaca menurut bunyi kata-kata itu semata-mata (leterjik), sehingga aosiasi tertuju kepada arti dari kat-kata. Kata-kata dan ungkapan dari kalangan Sufi pada umumnya adalah berupa rumus-rumus, gambaran-gambran sebagai pelampiasan kata hati dan perasaan.
Sebagimana kita maklum, bahwa kata-kata adalah suatu alat komunikasi antara satu pihak dengan pihak yang lainsehingga terjadi hubungan pengertian dari kedua belah pihak.
Dapat pula dimengerti, bahwa kata-kata itu sendiri dapat pula menimbulkan perkiraan yang salah terhadap mereka yang melahirkan kata-kata itu.
Akan tetapi bila kita kembali kepada suatu ungkapan bahwa kata-kta hanyalah sekedar isyarat dan gambaran belaka, lebih lagi bila kata-kata itu ada hubungannya dengan perasaan, maka seharusnya tidaklah perlu ada prasangka buruk (negatif) terhadap mereka yang melahirkan kata-kata dan ucapan itu.
Lebih ngeri lagi kalau kita bandingkan dngan sebuah sabda Rasulullah s.a.w.
” Khalaqa Aadama Kashuuratihi “
Artinya : Allah Ciptakan Adam seperti rupaNya
Kata-kata demikian ini sukar untuk menolaknya, lebih bila di ingat datang dari lidah Rasullah sendiri yang di riwayatkan oleh Imam Hadist terkenal ketelitiannya dalam merawih hadist.
Sabda Rasulullah itu tetap akan kita terima dan kita yakini, namun pasti ada pengertian yang lebih mendalam dibalik Lafaz dan kata-kata tersebut.
Begitu pula Hadist Rasulullah berupa Hadist Kudsi yang mana Allah berfirman :
” Aku jadi penglihatannya, Aku jadi kakinya, Tangannya dan seterusnya dan sebagainya
Alangkah hebatnya kata-kata itu.
Adakah yang bertanya dan membantah?
Kenapa Allah mau jadi tangan dan kaki hamba?
Dan kenapa jadi begitu?
Tidak ada tanya dan bantah.
Masya Allah hebat sekali.
Kalau demikian,apakah salahnya Ahlul Arifin Billah melahirkan kata-kata gambaran diatas? Kalau mereka nyata-nyata tenggelam dalam lautan “rasa” akhirnya mereka tidak dapat berkata, bingung, nanar, dan sasar, apakah ini harus dipersalahkan pula?
Apabila mereka berkata tak dapat lagi membedakan antra hamba dengan Tuhan, apakah tepat bila kita secara langsung menuduh mereka ” mempersamakan hamba dengan Tuhan?”
Tuduhan demikian adalah keliru.
Apakah sebabnya? Jawabnya mudah saja. Tidak ada seorang hambapun yang dahulunya dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan kecuali asalnya Allah sendiri. Para Rasulpun tidak. Para Rasul hanya menyampaikan apa-apa yang di firmankan Allah kepada mereka.
Tidak ada seorang manusiapun tadinya yang mengetahui bahwa Allah itu hidup dan sebagainya, semua itu adalah pemberitahuan Allah.
Setelah Allah memberi tahu semua itu melewati Para Rasul dan Nabi, barulah manusia ini tahu keadaan Allah s.w.t. dan barulah manusia dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan.
Karena pembicaraan ini menyangkut masalah Hakekat dan yang sebenar benarnya, maka pantas kalau mereka berkata dengan kata-kata tersebut itu.
Oleh sebab itu, maka diharapkan jangn sampai ada tuduhan yang mengerikan kepada mereka (Arif Billah) yang hanya dengan kata-kata nuskhatul haqqi, ainul haqqi, atau mir’atul haqqi lalu langsung menuduh mereka berfaham sesat atau dengan lain perkataan berupa gelar-gelar yang cukup menyinggung perasaan, malah hanya membawa perpecahan dan pemisahan yang tajam di dalam Ummat Islam sendiri.
Untuk menjaga kemurnian dan kelanggengan ajaran Islam memang seharusnya kita berusaha mempertahankan kebenaran Islam. Menolak ajaran yang nyata kekafirannya, nyata pula kesesatannya, penolakan ini tergantung dengan kekuatan Da’wah sampai dimana kita bisa memikat dengan mengemukakan cara berfikir yang benar dan sehat sebagai yang diajarkan oleh Allah sendiri :
” Ud’u Ila Sabiili Rabbika Bil Hiikmati Wal Mau Iazhotil Haasanati Wajaadilhum Billatii Hia Aahsanu “
Arinya :
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik dan bantalah keterangan mereka dengan cara yang baik.
Metoda yang demikian saya kira tidaklah berarti merusakkan kerukunan beragama dalam Negar Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Mengembalikan Tasawuf kepangkalnya, sebagaimana anjuran Buya Prof. Dr. Hamka pada pidato Dies Natalis PTAIN di Jogjakata tahun 1959 merupakan suatu anjuran yang beralasan, mengingat banyaknya gerakan kebatinan yang tumbuh laksana cendawan di musim hujan, tidak sedikit diantaranya yang lepas dari dasar-dasar Iman sepanjang ajaran Islam.
Saya beranggapan dan berharap bahwa dengan penyempurnaan Tulisan ini, kita kaum Muslimin yang berpegang teguh pendirian Ahlus-Sunnah Wal Jamaah masih tetap mempunyai kekuatan dan senjata ampuh ialah “Doa” dan harap kepada Allah s.w.t. agar tetap memelihara keagungan Agama Islam dimanapun juga serta memelihara Agama Islam dan Kaum Muslimin dari segala cobaan-cobaan.
Kita tetap menginginkan peratun bangsa dan keutuhan Negara Republik Indonesia yang kita intai ini sesuai engan azas Pancasila, dengan adanya suatu jaminan untuk tidak membiarkan tumbuhnya bermacam-macam kepercayaan dan iktikad yang memanggil-manggil orang-orang Muslim agar mengikuti ajaran mereka, dimana akhirnya selembar demi selembar daun-daun Muslim beterbangan dari pohonnya.
Berpanjang kata tentang salah ini, hnya dengan suatu maksud agar Kaum Muslimin dan Ulama Islam yang ada kini, tidak begitu mudah melontarkan kata-kata, mengucilkan sesama umat yang bernabikan Muhammad s.a.w. dan berkitab sucikan Al Qur’an, umat yang masih percaya kepada hari kebangkitan, karena dengan demikian akan menghancurkan barisan Umat Islam sendiri pada akhirnya.
  • Pengertian Kalimat “Nuskhatul Haqqi”
Sebagaimana dijelaskan pada bagian muka naskah ketuhanan, karena alam ini adalah laksana naskah atau kitab yang semuanya dapat dibaca dan dipelajari untuk mencari kebenaran hakiki ialah Allah s.w.t.
Allah banyak sekali berfirman dan berseru kepada manusia yang berakal agar membaca dan mempelajarinya, karena apapun yang terpampang dipermukaan alam ini adalah “ayat-ayat” yang harus difikirkan, Kumpulan ayat-ayat itu dapat pula dikatakan suatu naskah atau kitab.
Ibnu Athoillah r.a mengungkapkan dalam rangka membaca semua ini, janganlah laksana seekor sapi yang bekerja menggiling padi di penggilingan, karena bagaimanapun tidak akan sampai kepada titik tujuan yang sebenarnya.
Seorang manusia berfikir : Hidup perlu Kerja, Kerja perlu Makan, Makan untuk tambah Tenaga, Tenaga untuk dapat Kerja, Kerja Untuk Makan dan seterusnya… dan seterusnya… Atau saling menyalahkan dan membenarkan pendapat sendiri.. ini benar itu salah.. hadist ini doif itu shahih.. demikian seterusnya tidak berujung.. Akhirnya hanya laksana bulatan (sirkel) yang terus menerus berputar dalam lingkaran itu saja, tidak bedanya dengan se ekor sapi di penggilingan padi.
Kapan waktunya dia mencari kebenaran hakiki? Kalau dia tetap disibukkan dalam suatu sirkulasi demikian, kenapa dia tidak mau membaca naskah berupa dirinya dalam alam ini?.
Apabila seseorang mau menggunakan waktu untuk membaca naskah dirinya dan alam ini, dia pasti akan sampai kepada tujuan hidup yang sebenarnya, akan dapat mengenal dengan pengenalan sempurna kepada Maha Pencipta Naskah yang berupa dirinya dan Alam.
Maka misal dan ungkapan bahwa alam ini adalah Naskah Ketuhanan sebenarnya dapat kita terima.
  • Pengertian kata “Cermin Tuhan”
Pada umumnya kita menyebut kata-kata cermin hanyalah dalam arti kata pinjaman. Untuk mengenal keadaan tubuh kita, sudah rapi atau belum, apa dan bagaimana rupa dan bentuk mata, sipit ataukah tidak, kita ingin tahu lidah atau gigi, hal mana tidak dapat dilihat langsung oleh mata, umumnya semua itu kita pergunakan cermin.
Tetapi mata yang terlihat dalam cermin, gigi dan lidah hanyalah sekedar bayangan, bukan keadaan yang sebenarnya.
Tiap-tiap yang bernama bayangan tidak mungkin dapat dipegang, kita hanya menemukan suatu permukaan yang rata dari kaca cermin.
Alam adalah Cermin Tuhan, karena “diri” atau Kunhi Zat (keadaan Diri) Allah s.w.t. tidak bisa dilihat oleh mata kepala ini. Yang dapat dilihat dengan mata kepala hanyalah Alam dan segala peristiwa yang terjadi di dalam Alam.
Alam ini dapat dimisalkan Cermin Tuhan untuk setidak tidaknya dapat melihat “bayangan Tuhan di dalam cermin” namun apa yang terpampang di dalam cermin bukanlah dia Tuhan yang kita cari.
Maha sucilah Allah dari pada mempunyai bayangan.
Menurut ungkapan dikalangan Sufi, alam ini adalah dua macam. Pertama Alam Kabir dan kedua Alam Shoghir. Alam Kabir atau alam besar ialah alam semesta ini, sedangkan Alam Shoghir atau alam kecil adalah diri manusia ini sendiri.
Kalangan Ahli Filsafat menyebutkan Mikro Kosmos (kecil) dan Makro Kosmos (besar) Alam kecil ini adalah sebagai bayangan Alam Besar karena hampir seluruh macam dan jenis Alam Besar tergambar dan terbayang pada diri manusia.
Tanah, Air, Api dan Udara merupakan unsur-unsur yang ada pada alam besar yang smuanya terbayang pada diri manusia, tumbuh-tumbuhan, dan binatang, langit an bumi juga ada bayangannya dan gambarannya pada diri manusia kita ini. Tetapi yang jelas, diri manusia bukanlah alam semesta dan alam semesta bukanlah diri manusia. Ungkapan akal ini boleh dan dapat diterima menurut pendapat akal sehat.
Diri manusia dikatakan oleh Allah adalah KhalifahNya di muka bumi, yang menurut arti bahasa adalah ” PenggantiNya” di muka bumi ini. Tapi haruslah di ingat bahwa manusia bukanlah Tuhan di muka Bumi.
” Man ‘Arafa Nafsahu Faqad ‘Arafa Rabbahu”
Artinya :
” Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal TuhanNya”
Hadist Rasulullah ini sebagai patokan dasar makrifat kepada Allah s.w.t.
Dari ungkapan ini kita dapat merumuskan dengan suatu rangkain.
Insan – Alam – Tuhan.
Insan adalah bayangan dan cermin Alam, Alam juga merupakan bayangan dan cermin Tuhan. Tetapi Insan dan Alam adalah “Maujud” (diadakan) sedang Allah adalah Zat Wajibul Wujud.
Insan dan Alam yang kita lihat bukanlah rupa dan bentuknya, tetapi kita melihat “adanya” Adanya Insan dan Alam adalah “fana” didalam lautan Wujudullah.
Adanya Insan dan Alam hanyalah sekedar “majas” semata.
“Wujud yang Hak adalah Wujud Allah”
Akhirnya nyatalah dan kita dapat menerima ungkapan kata Alam Adalah Cermin Tuhan.
  • Pengertian kata “Ainul Hak” (kenyataan Tuhan)
Insan “ainul Hakki atau alam Ainul Hakki” kata-kata inilah yang menghebohkan, sehingga timbul tuduhan buruk kepada mereka. Sepanjang kita kaji, tidak ada yang berkata misalnya “al insan Huwallah” atau “Al alam Huwallah” (manusia atau alam itu Allah) atau kata-kata “Insan atau alam sama dengan Allah” tidak ada kata-kata demikian yang lahir dari mulut Sufi yang benar.
Kalimat atau kata-kata yang nyata dari mereka ialah “Insan / Alam Ainul Hakki”
Ibnu Araby berkata :
” Al Abdu Rabbun, Warrabbu Abdun.
Ya Laita Syi’ri, Manil Mukallaf ?
Ya Laita Syi’ri, Manil Mukallaf ?
In Qulta – Abdun Fadzaka Rabbun.
Aw Qulta Rabbun – Anna Yukallaf ? “
Artinya :
” Hamba Adalah Tuhan, Tuhan Adalah Hamba, betapa syu’urku. Siapakah yang dibebani?, kalau anda berkata Hamba, maka itulah Tuhan, atau anda Tuhan, betapakah dia dibebani? “
Maka rangkuman kata dari Ibnu Araby ini merupakan sajak/puisi. Puisi suatu ungkapan kata menggambarkan cetusan perasaan seorang pengarang. Diterima atau tidak oleh orang lain bukanlah soal yang penting, namun ia merasa puas dengan apa yang ia ungkapkan dalam bentuk puisi ini, yang mengambarkan kebingungannya sendiri (tahayyur)
Oleh sajak itu terlihat jelas tentang rasa bingungnya, apa dan bagaimana. Biarkanlah dia tenggelam dalam kebingunngan demikian, itu adalah urusannya sendiri.
Ibnu Araby r.a. sebagai seorang Sufi besar pada zamannya, tercatat sebagai seorang yang taat melaksanakan perintah agama, seorang ahli syariat, seorang yang sangat ahli dalam Alquran dan Hadist, apakah kita harus menuduhnya sebagai seorang yang kafir? Sedangkan rangkuman sajaknya adalah perasaannya, getaran hatinya sendiri, bukankah dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam cetusan perasaannya itu?
Kalau Ibnu Araby r.a berada di zaman ini mungkin kita akan berkata padanya :
” Silahkan tuan dengan serba bingung,
Tuan puas dengan merenung,
Aku diam seribu bahasa,
Kelu lidahku tiada kata,
Engkau adalah engkau,
Aku adalah aku,
Aku dan engkau datang dari satu rumpun,
Kesanalah kita kembali. “
Kesimpulan adalah, kata-kata “Alam ainul Hakki” atau “alam Mazhhar wujudullah” adalah dua kalimat yang sama maksud dan tujuannya.
  • Allah bertahwil (berubah keadaan) dalam segala rupa.
Salah seorang guru saya membuka masalah ini dengan kata-kata ” tidak mustahil bagi Allah mewujudkan sifatNya dalam rupa mahkluk, tetapi mustahil mahkluk sama dengan Allah “.
Zat dan sifat Allah tidak pernah dan tidak kan berubah-rubah. Namun bertahwilnya Allah s.w.t. adalah urusan Allah sendiri dan kehendaknya sendiri.
” Maa Sya’allahu Kaana Wamaa Lam Yasya’ Lam Yakun”
Artinya :
” Apa saja yang Allah kehendaki jadi, dan apa saja yang tidak dikehendaki Allah tak akan jadi “.
Mungkin kata “Tahwil” ini yang diartikan oleh Buya Hamka dengan kata “jelma” dalam tulisan beliau yang menyangkut faham Ibnu Araby, halaman 146 Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya.
Andai kata Allah itu bertahwil pada segala rupa dan keadaan sebagaimana akan terjadi di hari Kiamat, kemudian kita tidak mengkuinya sebagai Tuhan dengan ucapan ” A’udzubillahi Minka” (Aku berlindung kepada Allah dari pada engkau) maka hal tersebut tidaklah dipersalahkan. Yang tidak diterima itu adalah “rupa dan bentuknya” bukan ain wujudnya.
“Dunia sebagai sesuatu ” sedikit dari yang sedikit, orang yang mengasyikinya adalah hina dari segala hina “
Yang paling ramai dibicarakan golongan Sufi adalah masalah dunia dan sikap hidup terhadapnya. Hampir semufakat mereka untuk menolak dunia dan keduniaan ini dengan bermacam-macam cara dan laku, dengan riyadhoh dan latihan, uzlah dan zuhud, berhaus berlapar perut, bertongkat mata diwaktu malam.
Apabila kita bertanya kepada mereka “kenapa anda berbuat emikian, berpayah-payah berlemas badan, cekung mata karena begadang, kapan lagi anda berjuang ?. Mereka menjawab dengan pandangan mata lurus kedepan “inilah namanya perjuangan payah kami ini, namun segar nyaman pasti mendatang – Inna ma’al usri yusran – dibalik kepayahan mengiringi kesenangan, lapar kami hari ini, besok kami akan kenyang, cekung mata hari ini, besok ia bertambah terang dan cemerlang, biarlah kami… biarlah kami..
Menurut adat dan kebiasaan, dipandang dari segi lahir dan kenyataan, bagaimana nanti nasib umat jika mereka terus menerus demikian. Mana lagi orang berzakat, mana lagi kegiatan membangun masjid, mana lagi perjuangan, dan bermacam tanya yang diajukan.
Ada yang mencela sikap mereka, dianggap hanya mengurus dirinya sendiri tidak lagi menghiraukan perjuangan dan kepentingan masyarakat banyak. Namun mereka tetap begitu dan terus begitu.
Tapi ada yang ganjil dan istimewanya. Sepatah kata dari mereka yang keluar dari mulut mereka untuk membangun jiwa ummat, ternyata lebih berharga dari seribu ucapan dan pidato seribu pejabat negeri.
Terdengar kabar dan berita, raja dan menteri datang bersujud dan sungkem kepada mereka memohon restu dan doa, apa katanya takut dilanggar, apa nasehatnya disimak dan didengar. Ini suatu kenyataan.
Betapa pengaruhnya ucapan dan kata panggilan Yang Mulia Tuan Guru H.Anang ‘Ilmi Martapura terhadap gerombolan Ibnu Hajar, sewaktu beliau hidup, tanyakanlah kepada bekas pengikutnya Ibnu Hajar yang masih ada sekarang ini.
Sebelum ada panggilan Tuan Guru, beribu kata dan himbauan, ratusan motir dan ribuan peluru yang dilepaskan, mereka tetap bertahan, Si Tuan Guru yang sederhana itu, berdoa dengan khusuk kepada Allah agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, Doa Yang Mulia Tuan Guru berhasil, kesatuan gerombolan datang berbondong-bondong kembali kekampung halaman dan keluarga.
Tapi sayang sungguh sayang. Masih ada yang mencemoohkan, apalah artinya panggilan dari seorang sederhana demikian, memanggil dan berdoa tidak menghabiskan sepiring nasi, yang berhasil itu hanyalah usaha lahir jua.
Sekarang timbul pertanyaan pada diri, apakah harus mengikuti jejak mereka dengan cara dan latihan yang demikian beratnya – namun besar manfaatnya – ataukah ada suatu sistem lain dengan tidak meninggalkan prinsip bahwa kehidupan akhirat jauh lebih berharga dari pada kehidupan dunia ?
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita hendak melihat dahulu ciri-ciri khas ” hidup keduniaan ” dan ciri-ciri khas ” hidup keakhiratan atau kemalaikatan “. Laksana tanda tanda lalu lintas mana tanda yang harus kekanan, mana pula tanda yang harus kekiri, mana tanda boleh parkir kendaraan dan mana yang tidak.
Sesuai dengan ajaan Rasulullah, bahwa selama hidup di dunia, banyak tuntutannya untuk dapat menerapkan kehidupan keakhiratan, bahkan pernah beliau berpesan kepada dua sahabat beliau tersayang ( S. Umar dan S. Ali r.anhuma) agar kelak menemui seorang yang bernama Uwais Al-Qarni, seorang yang diberi gelar oleh Rasulullah, seorang manusia penduduk langit.
Arti pesan itu jelaslah bahwa ada jalan menempuh ” hidup keakhiratan ” selagi masih hidup dan di permukaan bumi ini.
Hidup keakhiratan yang kita maksudkan dapat pula disebutkan ” kehidupan alam malakut ” yang dengan sendirinya memperhatikan bagaimana hidupnya para malaikat.
  • Ciri-ciri khas hidup keakhiratan/alam malakut.
  1. Selalu zikir, tasbih, tahmid dan takbir.
  2. Selalu taat terhadap perintah Allah.
  3. Tidak pernah makan dan minum.
  4. Tidak berumah tangga.
  5. Tidak pernah sakit atau berobat.
  6. Tidak pernah sibuk/disibukkan mencari dan mengeluarkan biaya hidup.
  7. Tidak pernah tidur dan beristirahat.
  8. Menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah untuk manusia.
  9. Dan lain-lain yang bersifat kerohanian.
  • Ciri-ciri khas hidup keduniaan.
  1. Sibuk mancari dan mengeluarkan biaya hidup.
  2. Mementingkan dan mengutamakan kepentingan perut, pakaian dan perumahan.
  3. Sibuk dengan kepentingan jasani.
  4. Sibuk dengan urusan rumah tangga atau masyarakat yang semata-mata duniawi.
  5. Lebih mementingkan diri pribadi.
  6. Berusaha sekuatnya mempertahankan hidup.
  7. Memerlukan waktu istrahat dan tidur.
  8. Sering menunjukkan permusuhan.
  9. Dan lain-lain yang bersifat jasmaniah serupa hayawaniah.
Sementara kalangan filsafat menyatakan pendapatnya, bahwa manusia ini adalah ” hayawanun – nathiq “ (binatang yang mampu berbicara dan berakal)
Manusia menghimpun dua unsur yang berlawanan, yaitu unsur malakiyah (kemalaikatan) dan Hayawaniah (kebinatangan) atau juga disebut unsur samawi (langit) dan unsur ardli (bumi).
Kedua unsur ini ada pada diri manusia saling tarik menarik siapa yang menang dalam pergulatan itu, maka di sanalah manusia ini akhirnya. Apabila dia tertarik oleh unsur malakiyah atau samawi maka beruntunglah manusia itu. Tetapi sebaliknya bila tarikan unsur hayawani atau ardli lebih kuat, maka rugilah manusia itu.
Maka untuk menjawab pertanyaan diatas, ambillah contoh Nabi Sulaiman a.s. yang kaya raya tapi tidak tersangkut hati dengan kekayaan, hatinya bener-benar rumah Allah, selalu dzikir dan puji kepada Allah, kekayaan dan harta bukan tempatnya dihati.
Ambillah pula contoh Nabi Yusuf a.s. berpangkat dan rebutan wanita, Tanda pangkat hanya sekeping perak atau tembaga atau sekedar emas sepuhan, bukan letaknya di hati, tetapi terletak di bahu kanan atau kiri, bisa dilepas bisa di pasang, tidak pula beliau tersangkut hati pada wanita dalam hatinya, karena hati ini mutlak sepenuhnya tempat zikir kepada Allah.
Inilah jawaban atas pertanyaan diatas, suatu cara yang mudah, hati dan roh adalah unsur langit, janganlah dia dijatuhkan ke bumi menjadi makanan binatang, cara ini adalah cara yang selamat. Ikutilah ajaran Allah dan Rasul dan ikutilah jejak Arif Billah, sediakan hati sepenuhnya untuk Allah, karena allah dengan Allah dan dari pada Allah.

Sumber : http://annafiz.wordpress.com/

KISAH MENYUSURI ALAM AKHIRAT

Tatkala nyawa-nyawa telah dihidupkan kembali, mereka kemudian mencari jasadnya masing-masing. Selama seribu tahun mereka menunggu keputusan Allah SWT sambil duduk, seribu tahun sambil berdiri seribu tahun sambil menengadah terus-menerus, dan seribu tahun sambil menunduk terus-menerus.
Mereka pun bertanya, "Ke manakah kita pergi?"
Mereka segera dihimpunkan ke Padang Mahsyar. Orang-orang kafir dan berdosa terendam oleh banjir peluhnya sendiri. Di padang mahsyar orang yang mula-mula berusaha ialah Nabi Ibrahim as. Beliau bergantung dengan asap ‘Arsy yang naik lalu menyeru:
"Tuhanku dan Penguasaku! Aku adalah khalil-Mu Ibrahim. Kasihanilah kedudukanku pada hari ini! Aku tidak meminta kejayaan Ishak dan anakku pada hari ini."
Allah Ta’ala berfirman: "Wahai Ibrahim! Adakah kamu melihat Kekasih mengazab kekasihnya."
Nabi Musa as datang. Beliau bergantung dengan asap ‘Arsy yang naik lalu menyeru:
"Kalam-Mu. Aku tidak meminta kepada-Mu melainkan diriku. Aku tidak meminta saudaraku Harun. Selamatkanlah aku dari kacau balau Jahanam!"
Isa as datang di dalam keadaan menangis. Beliau pun bergantung dengan ‘Arsy lalu menyeru:
"Tuhanku… Penguasaku.. Penciptaku! Isa roh Allah. Aku tidak meminta melainkan diriku. Selamatkanlah aku dari kacau balau Jahanam!" Suara jeritan dan tangisan semakin kuat.
Nabi Muhammad SAW menyeru: "Tuhanku.. Penguasaku Penghuluku…! Aku tidak meminta untuk diriku. Sesungguhnya aku meminta untuk umatku dari-Mu!"
Ketika itu juga, neraka Jahanam berseru: "Siapakah yang memberi syafaat kepada umatnya?" Neraka pula berseru: "Wahai Tuhanku… Penguasaku dan PenghuluKu! Selamatkanlah Muhammad dan umatnya dari siksaannya! Selamatkanlah mereka dari kepanasanku, bara apiku, penyiksaanku dan azabku! Sesungguhnya mereka adalah umat yang lemah. Mereka tidak akan sabar dengan penyiksaan." Malaikat Zabaniah menolaknya sehingga terdampar di kiri ‘Arsy. Neraka sujud di hadapan Tuhannya.
Allah Ta’ala berfirman: "Di mana matahari?" Maka, matahari dibawa menghadap Allah Ta’ala. la berhenti di hadapan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman kepadanya, "Kamu! Kamu telah memerintahkan hamba-Ku untuk sujud kepada kamu?"
Matahari menjawab. "Tuhanku! Maha Suci diri-Mu! Bagaimana aku harus memerintahkan mereka berbuat demikian sedangkan aku adalah hamba yang halus?"
Allah Ta’ala berfirman: "Aku percaya!"
Allah Ta’ala telah menambahkan cahaya dan kepanasannya sebanyak 70 kali lipat, la telah didekatkan dengan kepala makhluk.
Ibnu Abbas berkata: "Peluh manusia bertiti dan sehingga mereka berenang di dalamnya. Otak-otak kepala mereka menggeleggak seperti periuk yang sedang panas. Perut mereka menjadi seperti jalan yang sempit. Air mata mengalir seperti air mengalir”.
Suara ratap umat-umat manusia semakin kuat. Nabi Muhammad SAW lebih-lebih lagi sedih. Air matanya telah hilang dan kering dari pipinya. Sekali, baginda SAW sujud di hadapan ‘Arsy dan sekali lagi, baginda SAW rukuk untuk memberi syafaat bagi umatnya. Para Nabi melihat keluh kesah dan tangisannya.
Mereka berkata: "Maha Suci Allah! Hamba yang paling dimuliakan Allah Ta’ala ini begitu terbebani akan hal keadaan umatnya”.
Dari Thabit Al-Bani, dari Usman Am Nahari berkata: "Pada suatu hari Nabi SAW menemui Fatimah Az-Zahara’ r.h. Baginda SAW dapati, dia sedang menangis.
Baginda SAW bersabda: "Permata hatiku! Apa yang menyebabkan dirimu menangis?"
Fatimah menjawab "Aku teringat akan firman Allah Ta’ala, “Dan, kami akan menghimpunkan, maka Kami tidak akan mengkhianati walau seorang dari mereka."
Lalu Nabi SAW pun menangis. Baginda SAW bersabda: "Wahai permata hatiku! Sesungguhnya, aku teringat akan hari yang terlalu dahsyat Umatku telah dikumpulkan pada hari kiamat dikelilingi dengan perasaan dahaga dan telanjang Mereka memikul dosa mereka di atas belakang mereka Air mata mereka mengalir di pipi."
Fatimah r.h. berkata: "Wahai ayah Apakah wanita tidak merasa malu terhadap lelaki?"
Baginda SAW menjawab: "Wahai Fatimah! Sesungguhnya, hari itu, setiap orang akan sibuk dengan nasib dirinya. Adapun aku telah mendengar Firman Allah Taala "Bagi setiap orang dari mereka, di hari itu atau satu utusan yang melalaikan dia. ( Abasa: 37)
Fatimah ra. bertanya: "Di mana aku hendak mendapatkanmu di hari kiamat nanti, wahai ayahku?"
Baginda SAW menjawab. "Kamu akan menjumpaiku di sebuah telaga ketika aku sedang memberi minum umatku."
Fatimah r.h. bertanya lagi: "Sekiranya aku dapati engkau tiada di telaga?"
Baginda SAW bersabda: "Kamu akan menjumpaiku di atas Shirat sambil dikelilingi para Nabi. Aku akan menyeru: "Tuhan Kesejahteraan! Tuhan Kesejahteraan! Para malaikat akan menyambut: "Aamiin." Ketika itu juga, terdengar seruan dari arah Allah Ta’ala lalu berfirman: "Niscaya akan mengikuti kata-katanya pada apa yang kamu sembah." Setiap umat akan berkumpul dengan sesuatu yang mereka sembah. Ketika itu juga, neraka Jahanam melebarkan tengkuknya lalu menangkap mereka sebagaimana burung mematuk kacang.
Apabila seruan dari tengah ‘Arsy terdengar, maka manusia yang menyembah-Nya datang beriring. Sebagian dari orang yang berdiri di situ berkata: "Kami adalah umat Muhammad SAW!" Allah Ta’ala berfirman kepada mereka: "Mengapa kamu tidak mengikuti orang yang kamu sembah?" Mereka berkata: "Kami tidak menyembah melainkan Tuhan Kami. Dan, kami tidak menyembah selain-Nya" Mereka ditanya lagi: "Kamu mengenali Tuhan kamu?" Mereka menjawab: "Maha Suci diriNya! Tiada yang kami kenali selainNya."
Apabila ahli neraka dimasukkan ke dalamnya untuk diazab, umat Muhammad SAW mendengar bunyi pukulan dan jeritan penghuni neraka. Lalu malaikat Zabaniah mencela mereka. Mereka berkata: "Marilah kita pergi meminta syafaat kepada Muhammad SAW!"
Manusia berpecah kepada tiga kumpulan.
  1. Kumpulan orang tua yang menjerit-jerit.
  2. Kumpulan pemuda.
  3. Wanita yang bersendirian mengelilingi mimbar-mimbar.
Mimbar para Nabi didirikan di atas kawasan lapang ketika kiamat. Mereka semua berharap kepada mimbar Nabi Muhammad SAW. Mimbar Nabi Muhammad SAW terletak berdekatan dengan tempat berlaku kiamat, la juga merupakan mimbar yang paling baik, besar dan cantik. Nabi adam as dan isterinya Hawa berada di bawah mimbar Nabi SAW.
Hawa melihat ke arah mereka lalu berkata: "Wahai Adam! Ramai dari zuriatmu dari umat Muhammad SAW serta cantik wajah mereka. Mereka menyeru "Di mana Muhammad?" Mereka berkata: "Kami adalah umat Muhammad SAW. Semua umat telah mengiringi apa yang mereka sembah Hanya tinggal kami saja. Matahari di atas kepala kami. la telah membakar kami. Neraka pula, cahaya juga telah membakar kami. Timbangan semakin berat. Oleh itu tolonglah kami agar memohon kepada Allah Ta’ala untuk menghisab kami dengan segera! Sama halnya kami akan pergi ke sorga atau neraka."
Nabi Adam as berkata: "Pergilah kamu dariku! Sesungguhnya aku sibuk dengan dosa-dosaku. Aku mendengar firman Allah Ta’ala: Dan dosa Adam terhadap Tuhannya karena lalai”.
Mereka berjalan selama seribu tahun. Mereka pergi berjumpa nabi Nuh as yang telah berumur, umur yang panjang dan sangat sabar. Mereka menghampirinya. Tatkala Nabi Nuh as melihat mereka, dia berdiri.
Pengikut (umat Nabi Muhammad SAW) berkata: "Wahai datuk kami, Nuh! Tolonglah kami kepada Tuhan kami agar Dia dapat memisahkan di antara kami dan mengutuskan kami dari ahli sorga ke sorga dan ahli neraka ke neraka."
Nabi Nuh as berkata: "Sesungguhnya, aku sibuk dengan kesalahanku. Aku pernah mendoakan agar kaumku dimusnahkan. Aku malu dengan Tuhanku. Pergilah kamu berjumpa Ibrahim kekasih Allah Ta’ala! Mintalah kepadanya agar menolong kamu!"
Nabi Ibrahim as berkata: "Sesungguhnya aku pernah berbohong di dalam usiaku sebanyak tiga pembohongan di dalam Islam. Aku takut dengan Tuhanku. Pergilah kamu berjumpa Musa as! Mintalah pertolongan darinya!"
Nabi Musa as berkata: "Aku sibuk dengan kesalahanku. Aku pernah membunuh seorang nyawa tanpa hak Aku membunuhnya bukan dari kemauanku sendiri. Aku dapati dia melampaui batas terhadap seorang lelaki Islam. Aku ingin memukulnya. Aku terperanjat kerana menyakitinya lalu menumbuk lelaki tersebut, la jatuh lalu mati. Aku takut terhadap tuntutan dosaku Pergilah kamu berjumpa Isa as!"
Mereka pergi berjumpa nabi Isa a.s. Nabi Isa a.s. berkata: "Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melaknat orang-orang Kristen. Mereka telah mengambil aku, ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah Ta’ala. Hari ini, aku malu untuk bertanya kepada Nya mengenai ibuku Maryam."
Maryam, Asiah, Khadijah dan Fatimah Az-Zahra’ sedang duduk. Ketika Maryam melihat umat Nabi Muhammad SAW dia berkata: "Ini umat Nabi Muhammad SAW. Mereka telah sesat dari Nabi mereka."
Suara Maryam, telah didengar oleh Nabi Muhammad SAW, Nabi Adam a.s. berkata kepada nabi Muhammad SAW. "Ini umatmu, wahai Muhammad! Mereka berkeliling mencarimu untuk meminta syafaat kepada Allah Taala."
Nabi Muhammad SAW menjerit dari atas mimbar lalu bersabda: "Marilah kepadaku, wahai umatku! Wahai siapa yang beriman dan tidak melihatku. Aku tidak pernah lari dari kamu melainkan aku sentiasa memohon kepada Allah Ta’ala untukmu!" Umat Nabi Muhammad SAW berkumpul di sisinya.
Terdengar suara seruan: "Wahai Adam! Kemarilah kepada Tuhanmu!" Nabi Adam as berkata: "Wahai Muhammad! Tuhanku telah memanggilku. Moga moga Dia akan meminta kepadaku." Nabi Adam as pergi menemui Allah Taala.
Allah Ta’ala berfirman kepadanya: "Wahai Adam! Bangunlah dan antarkan anak- anakmu ke neraka!" Nabi Adam as bertanya: "Berapa banyak untukku kirimkan?" Allah Taala berfirman: Setiap seribu lelaki kamu antarkan seorang ke sorga, 999 orang ke neraka "
Allah Ta’ala berfirman lagi: "Wahai Adam! Sekiranya Aku tidak melaknat orang yang berdusta dan Aku haramkan pembohongan, niscaya Aku akan mengasihi anakmu keseluruhannya. Akan, tetapi, Aku telah janjikan sorga bagi orang yang mentaati-Ku Neraka pula bagi orang yang mendurhakai-Ku. Aku tidak akan memungkiri janji Wahai Adam! Berhentilah di sisi mizan (timbangan)”.
Umat Nabi Muhammad menangis memohon kepada Nabi Muhammad saw, katanya, "Tuan, engkau yang kami harapkan memohonkan keputusan kepada Tuhan Yang Esa, karena kami sudah terlalu lama menderita, Tuan. Berjalan berdesak-desakan melalui jalan yang panjang; pergi dari satu nabi ke nabi yang lain, dan tidak ada yang mau bersedia memohonkan keputusan kepada Tuhan yang menciptakan. Semuanya berkata, ‘Aku sendiri sangat malu dan takut memohonkan keputusan kepada Tuhan’ "
Nabi Muhammad saw berucap, "Betul perkataanmu dan pengharapanmu. Itulah gunanya keberadaanku, yaitu memohonkan syafa’at kepada Tuhan yang empunya. Mudah-mudahan Tuhan Yarig Mahamurah dan Mahakasih menaruh kasih kepada hamba-Nya."
Bergembiralah mereka mendengar penjelasan dari nabi kita. Lalu Nabi Muhammad saw pergi menemui Allah SWT. Di hadapan Allah SWT, Nabi saw bersujud dan memuji tak henti-hentinya, dan berkata, "Yang aku mohon kepada-Mu, Tuhan, berikanlah keputusan karena sudah terlalu lama di Padang Mahsyar."
Setelah berkata demikian, Nabi saw bersujud dan memuji kembali. Allah SWT berfirman kepada beliau, "Pergilah Muhammad, adililah semua hamba yang hina dina itu agar masuk sorga hamba yang mulia dan benar, serta masuk neraka hamba yang tak mendengar apa yang tertulis dalam Kitab yang diturunkan ke alam dunia."
Demikianlah, orang yang tertipu dengan kehidupan dunia, dan tidak berbuat amal kebaikan, dan menyangka Tuhan tidak akan membalas perbuatan baik dan buruknya.
Rasulullah saw kembali kepada orang-orang yang tengah menunggu keputusan itu. Kemudian beliau memisahkan orang-orang yang diketahui banyak berbuat dosa dan banyak berbuat kebaikan. Orang-orang yang terbukti bersalah bergemetar hebat ketakutan, karena akan dimasukkan ke dai am neraka. Mereka sudah melihat ombak lautan api yang siap melahapnya di atas jembatan shirathal mustaqim. Melewati jembatan itu, orang harus menjalaninya selama tiga tahun. Lebih kecil daripada sehelai rambut. Lebih tajam daripada sebilah pedang. Di bawahnya terdapat binatang-binatang buas yang siap memangsanya. Orang-orang bersalah tertunduk menangis seraya berkata, "Inilah balasannya, karena aku tidak mau mendengar pengajaran dari para ulama. Tidak mendengar apa yang dikatakan dalam Kitab yang telah diturunkan ke dunia."
Dipisahkanlah orang-orang kafir dan Kristen, orang Islam yang tidak shalat. dan orang munafik berbaris memanjang. Ada yang dirantai kemudian diikat satu dengan yang lainnnya, lalu dimasukkan ke dalam neraka.
Jibril bertanya kepada Rasul saw mengenai batasan umatnya. Mereka adalah, kata Nabi saw, orang yang dapat mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun tidak semuanya langsung masuk sorga, melainkan banyak yang dimasukkan ke neraka terlebih dahulu.
Setelah dipisahkan, Rasul saw pun datang kepada Allah SWT untuk melaporkannya. Dan Rasulullah saw juga memohon kepada Allah untuk membawa umatnya masuk ke dalam sorga bersama-sama Rasul saw. Allah pun mengabulkan keinginan Rasulullah saw itu.
Umat Muhammad saw berbaris berdasarkan bendera yang dibawa pimpinannya. Kelompok Kelompok itu berjumlah hingga 400.000 kelompok. Mereka berjalan menuju ke sorga. Namun, masih banyak umat Nabi saw yang tidak terbawa. Mereka tidak bisa mengangkat kakinya di Padang Mahsyar. Matanya pun Buta. Demikianlah nasib orang-orang Islam yang tidak mempedulikan ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupannya di dunia.
Rombongan Nabi saw dan umatnya kini telah sampai di Telaga Al- Kautsar. Di sana sudah tersedia cawan-cawan untuk meminum air telaga. Rombongan pun meminumnya. Setelah itu, mereka berjalan lagi menuju ke sungai madu. Di sini pun mereka singgah untuk menikmatinya. Dari sungai ini, perjalanan dilanjutkan ke sungai susu. Semuanya menikmati air susu yang tidak terhingga kenikmatannya itu. Selanjutnya, perjalanan menuju ke sungai Salsabil, yang bebatuannya adalah permata hijau. Seperti yang dilakukan sebelumnya, di tempat ini pun rombongan menikmati terlebih dahulu air sungai yang’amat-sangat nikmatnya itu.
Kemudian rombongan menjumpai sebuah pohon yang teramat besarnya. Terdapat bermacam-macam buah-buahan yang tumbuh di pohon itu. Umat Nabi saw bertanya kepada beliau, "Apa namanya pohon yang besar itu, yang hanya satu batangnya, namun berlainan cabang-cabangnya? Daunnya tidak terlihat kalau digenggam tetapi kalau dibentangkankan dapat menutupi dunia ini”.
Nabi Muhammad saw menjawab, "Itulah yang dinamakan pohon Tuba di sorga yang memiliki bermacam-macam rasa dari setiap jenis bebuahannya. Setelah rombongan memakan buah-buahan itu, segera tumbuh kembali buah-buahan yang baru.
Di sorga, masing-masing penghuninya diberi sebuah istana yang disertai dengan 70 bidadari. Para bidadari itu (akan) menghibur para penghuni sorga dengan mendendangkan lagu-lagu yang diiringi dengan musik-musik yang sangat merdu. Mereka seluruhnya dalam kegembiraan yang sangat.
Sementara itu, Jibril diperintahkan oleh Allah SWT untuk menemui umat Nabi Muhammad saw yang masih tertinggal di Padang Mahsyar dalam keadaan yang sangat memprihatinkan itu. "Siapa Tuhanmu dan siapa nabimu, sehingga kamu ditinggal di Padang Mahsyar?" tanya Jibril kepada mereka. "Tidak kuketahuilah siapa Tuhanku dan tidak kuingatlah nabiku. Engkaulah yang kami pertuhankan dan engkaulah juga nabi kami," jawabnya.
Segera setelah itu, Jibril kembali ke hadirat Allah SWT, lalu melaporkan, "Ada sangat banyak umatnya Muhammad saw di Padang Mahsyar, tidak dapat mengangkat kakinya dan gelap penglihatannya, sehingga tidak dapat dilihat ke mana perginya bendera nabinya. Aku menanyainya, siapa Tuhanmu dan nabimu; lalu mereka menjawabnya bahwa tidaklah kuketahui Tuhanku dan tidak kuingat nabiku. Engkaulah yang kami pertuhankan dan engkaulah juga nabi kami, (katanya kepadaku)." Mendengar laporan tersebut, Allah SWT memerintahkan Jibril untuk menyeret mereka semua ke neraka.
Setelah tujuh ratus tahun lamanya mereka menetap di neraka, Allah SWT memerintahkan Jibril untuk meninjau ke dalam neraka. Di depan api neraka yang bergolak, Jibril menyuruh api agar sedikit bergesar, "Geser-geserlah sedikit, neraka, supaya dapat kulihat ke bawah orang yang tengah disiksa itu."
Mundurlah semua api neraka itu. Jibril bertanya kepada para penghuni neraka, "Siapa sesungguhnya yang engkau pertuhankan dan yang engkau jadikan nabimu?"
Para penghuni neraka yang beragama Islam, namun banyak dosanya itu bersujud seraya berkata, "Tidak kuketahui Tuhanku, dan tidak kuingat lagi nabiku."
Jibril berkata iagi, "Bukankah yang engkau jadikan nabi itu adalah yang bernama Muhammad?"
Para penghuni neraka menyahut, "Itulah nabiku yang dinamakan Muhammad.
Jibril menanyai lagi, "Kalau begitu, mengapa engkau tidak sama-sama masuk ke dalam sorga?"
"Aku tidak melaksanakan semua yang diperintahkan Tuhan saat aku berada di dunia. Itulah sebabnya sehingga kami dihukum," jawab penghuni neraka.
Jibril kembali menghadap kepada Allah SWT untuk melaporkan hasil peninjauannya ke neraka. Kemudian Allah SWT memerintahkannya untuk menemui Nabi Muhammad saw di sorga. Membicarakan mengenai keberadaan umatnya di neraka. Ketika diberitahukan mengenai hal itu, perasaan Nabi saw sangat terharu mendengarnya.
"Adakah umatku yang masuk ke neraka?" tanya Nabi saw kepada Jibril.
"Ada sangat banyak yang masih tertinggal berceceran di Padang Mahsyar, mereka tidak dapat mengangkat kakinya dan gelap penglihatannya. Tidak dilihat ke mana perginya bendera nabinya. Lalu aku pergi menanyakan kepada mereka, "Siapa Tuhanmu dan siapa nabimu, la menjawab kepadaku, ‘Tidak kuketahuilah Tuhanku dan tidak kuingat nabiku. Engkaulah yang kami pertuhankan dan engkaulah juga yang kami jadikan nabi. Lalu Tuhan menyuruh aku membawanya ke neraka."
Nabi Muhammad saw berujar, "Duduklah semua, aku pergi bersama Jibril menghadap Tuhan!”.
Tiba di hadapan Allah SWT, Nabi saw bersujud setaya menangis, pintanya, "Kasihanilah aku, ya Tuhan. Berikanlah kepada umatku yang masuk ke dalam neraka (kasih sayang-Mu)." Allah SWT pun mengabulkan permohonan kekasih-Nya itu. Nabi saw segera mendatangi neraka. Kemudian meminta kepada Malaikat Zabaniyah agar membukakan pintu neraka.
"Bergeserlah sedikit api neraka, supaya dapat kulihat umatku," ujar Nabi saw kepada neraka. Setelah diketahui siapa saja umat nabi, beliau pun menjulurkan sorbannya. Dengan sorban itu, beliau menarik orang- orang Islam yang berdosa yang akan diselamatkan.
"Marilah kita pergi ke sumur Al-Kautsar, mandi dan cucilah bekas api neraka, serta minumlah supaya tidak haus lagi"
Betapa bahagianya orang-orang itu mendengar ucapan Nabi saw itu. Selesai mereka berada di Telaga Al-Kautsar, Nabi Muhammad saw membawanya ke sungai madu, sungai susu, dan sungai arak, untuk menikmati masing-masing airnya sebelum mereka masuk ke sorga.
Di dalam sorga, mantan penghuni neraka itu sama seperti yang lainnya, mereka dianugerahi berbagai macam ke-nikmatan.
Namun, di antara mereka ada yang mengeluhkan tanda lobang didahinya sebagai suatu tanda mantan penghuni neraka. Kepada Nabi Muhammad saw mereka mengadukan keluhannya Mendengar keluhan pada umatnya tersebut, Nabi saw segera menyampaikannya langsung kepada Allah SWT. Allah SWT pun menanggapinya;
firman-Nya, "Bawalah mereka Muhammad ke sungai yang bernama Hatoma, dan mandikanlah di sana supaya keluar lobang dahinya itu."
Di sungai Hatoma, mantan penghuni neraka itu pun mandi. Karena kemurahan Allah SWT, lobang di dahi mereka pun dapat hilang.
Di dalam sorga, kegiatan para penghuninya lebih banyak bersenang-senang seraya bertandang ke setiap istana. Bersilaturahmi ke setiap para penghuni sorga. Mereka berbincang-bincang mengenai pengalamannya selama di dunia.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mu’allif dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, "Adalah di dalam sorga pekan-pekannya tidak ada satu pun yang melakukan jual beli (perniagaan), akan tetapi hanya diisi saling mengunjungi dan menceritakan pengalamannya masing-masing selama di dunia."
Pada hari Sabtu, kaum bapak mengunjungi ke istana anak-anaknya. Hari Ahad, kaum ibu berkunjung ke anak-anaknya. Hari Senin, semua murid bersilaturahmi ke istana-istana gurunya. Hari Selasa, giliran guru-gurunya yang bertandang ke istana murid-muridnya. Pada hari Rabu, seluruh umat nabi pergi berkunjung ke istana setiap nabinya. Pada hari Kamis, giliran para Nabi yang mengunjungi umatnya. Hari Jum’at, seluruh umat penghuni sorga datang ke istana Nabi Muhammad saw.
Diriwayatkan, Rasulullah saw bersabda, "(Demi Allah) Tuhan yang nyawaku berada di tangan kodrat-Nya, tiada satu jua pun yang terlebih besar (kenikmatannya) daripada isi sorga yang lain, selain memandang Allah SWT. Itulah hari yang lebih besar daripada seluruh hari (di dalam sorga). Dan dijadikannya oleh Allah Ta’ala di dalam Sorga Jannatul Firdaus pada suatu tempat pertemuan yang bernama Kasibal Abyazar yang terbuat dari Kesturi.
Dari istana Nabi saw itu, mereka diajak oleh beliau menemui Allah SWT. Nabi Muhammad saw menggunakan Buroq sebagai kendaraannya. Yang lain pun menaiki kendaraannya masing-masing.
Di pintu sorga, mengetahui rombongan penghuninya akan menemui Tuhannya, para Malaikat melaporkan, "illahi, hamba-hamba-Mu yang benar telah datang. Laki-laki, perempuan, anak-anak, orang tua, hendak menyembah."
Allah SWT berfirman, "Aku mengasihi semua hamba-Ku yang menyembah-Ku, dan Aku mengasihi semua hamba-Ku yang mengasihi Aku. Aku memuliakan kamu semua dan semua malaikat”.
Kemudian para nalaikat menjemput para penghuni sorga. Para nabi ditempatkan di mimbar kehormatan yang terbuat dari emas yang ditatah dengan permata yang beraneka ragam coraknya. Para fuqaha ditempatkan di palaka perak. Orang-orang mukmin menempati kursi kehormatan. Orang-orang shidiq menempati permadani. Selanjutnya mereka duduk di
kursi-kursi yang memiliki tujuh puluh mahkota. Setiap mahkotanya berisi tujuh puluh macam makanan yang beraneka ragam rasa dan jenisnya. Diberinya pula buah-buahan. Mereka pun makan bersama-sama.
Allah SWT bertanya kepada Malaikat dan Penghuni sorga, "Siapakah yang akan memberi mereka minum?’
Kemudian berdirilah Nabi Adam a.s., "Kalau saya yang disuruh, maka sayalah yang akan memberi minum.
Allah berfirman, "Yang (harus) memberi mereka minum ialah yang lebih mulia daripada engkau."
Lalu Nabi Nuh a.s. berdiri dan berkata, "Akulah neneknya seluruh nabi yang diutus. Kalau saya yang disuruh, maka sayalah yang memberi mereka minum."
"Allah menanggapinya, "Yang memberi mereka minum iaiah yang lebih mulia daripada engkau."
Kini giliran Nabi Ibrahim a.s. yang berdiri, "Akulah, ya Tuhan, nabi-Mu, yang paling Engkau kasihi. Kalau saya yang disuruh, maka sayalah yang memberi mereka minum."
Allah menjawab, "Yang memberi mereka minum ialah yang lebih mulia daripada engkau."
Nabi Musa menawarkan diri pula, "Akulah, ya Tuhan, nabi-Mu yang engkau temani berbicara di dunia. Kalau saya yang disuruh, maka sayalah yang memberi mereka minum," Allah SWT tetap belum memenuhi keinginan Nabi Musa sekalipun.
"Akulah, ya Tuhan, nabi-Mu yang naik ke langit. Kalau saya yang disuruh, Maka sayalah yang memberi minum," Nabi Isa menawarkannya pula.
Namun tetap, Allah belum berkenan memenuhi keinginan nabi-nabi-Nya tersebut.
Terakhir vang mengajukan diri adalah Nabi Muhammad saw. Pintanya, "Akulah nabi-Mu yang sangat Engkau kasihi, dan akulah juga nabi-Mu yang menutup antara seluruh nabi yang diutus. Dan aku juga penghulu seluruh nabi yang diutus. Kalau saya yang disuruh, maka sayalah yang memberi mereka minum."
Namun, belum ada seorang pun yang termasuk yang dikehendaki Allah firman-Nya, "Yang memberi mereka minum adalah yang lebih mulia daripada engkau."
Nabi saw bertanya, "Siapa lagi yang lebih mulia daripada saya?’
Allah SWT menjawab, "Nanti Tuhannya yang akan memberi mereka minum dengan piala yang bersih kepada hamba yang mulia dan takut kepada Tuhannya." Maka berdatanganlah piala piala emas itu dari atas ‘Arsy, kemudian mendekat pada mulut mereka masing masing.
Kemudian Allah SWT berfirman, "Tuhanmu yang memberikan kepada kamu piala-piala emas." Mereka pun meminum suguhan dari Tuhannya itu.
"Aku gantikan semua (pakaianmu), dan Aku juga memasangimu gelang, banyaknya tujuh puluh gelang dan cincin emas di jarinya yang bertuliskan.
Pertama, berbunyi, "sejahtera kepada kamu, sentosalah kepada kamu, diamlah kamu di dalam sorga kekal selama-lamanya". Kedua, tulisan cincinnya berbunyi, "selamat/amanlah kamu semua di dalam sorga". Ketiga, tulisan cincinya berbunyi, "sorga adalah balasan dari perbuatanmu". Keempat, berbunyi, "Aku memakaikan kamu pakaian yang beraneka ragam". Kelima, berbunyi, "engkau sudah mendapat semua yang engkau ingini". Keenam, berbunyi, "Kutiadakan semua yang menyusahkan". Ketujuh, berbunyi, "Aku memperisterikan kamu dengan bidadari". Kedelapan, berbunyi, "Aku menempatkan kamu sekampung dengan seluruh nabi". Kesembilan, "Aku memperlihatkan (kepada) kamu seluruh nabi sehingga kamu kelihatan muda kembali’. Kesepuluh, "Aku menempatkanmu sekampung dengan orang yang tidak akan pernah sakit". Kemudian Tuhan berfirman, "Aku hendak memberikan kepada hamba-Ku wewangian di atas kursinya.
Sesudah itu, Tuhan Yang Maha Pemurah berfirman, "Apalagi janjiku yang belum Kupenuhi bagi yang melakukan kebaikan? Aku sudah memberi kamu sorga dan kebenaran. Mintalah, maka Aku akan memberikannya kepadamu."
Para penghuni sorga berkata, "Yang kuminta, ya Allah, ialah supaya suka cita kami lebih disempurnakan, demikian juga kasih Allah terhadap seluruh hamba-Nya yang mulia."
Kemudian mereka ditulis dengan cahaya terang yang berlapis-lapis. Setelah itu. barulah Tuhan Yang Maha Murah kasihnya menyatakan diri kepada hamba yang disayangi-Nya itu. Para penghuni sorga itu berkata, "Sudah terang penglihatanku kepada Allah yang menciptakan. Sudah kulihat dan di mana-mana ada karyanya. Sudah kulihat Allah sesungguhnya tidak memiliki tempat. Semua datang mengabdi kepada Tuhan, yang menciptakan, yang lebih sempurna sifat-Nya dan Pemilik satu-satunya."
Kemudian firman Allah rang Maha Pemurah kepada hamba-Nya, "Kamu hidup dan tidak mati."
Sangat bersuka-citalah para penghuni sorga itu mendengar firman Penciptanya. Lalu datang burung-burung hinggap di muka mereka. Menari sambil terbang melayang-layang di atas pintu. Terdengar juga suara-suara musik dan nyanyian yang bermacam-macam, sehingga bergembiralah mereka mendengarnya. Setelah dirasa cukup puas berada di hadapan Allah SWT, mereka pun kembali ke istananya masing-masing. Dirasakanlah oleh mereka wajahnya yang semakin indah saja setelah menghadap Tuhan. Dalam kesempatan itu, Allah SWT bertajalli, menampakan diri-Nya kepada penghuni sorga. Begitu sangat nikmatnya mereka memandangnya.
(Asep Teja Setia Somantri) 

Sumber : https://semestahidayah.wordpress.com/