Jumat, 06 Desember 2013

Status Pernikahan Suami yang Murtad (Keluar dari Islam)



Saya menikah dengan seorang pria setelah dia pindah agama dari Orthodoks ke Islam. Sebelum dia bertemu dengan saya dia taat menjalankan puasa dan ibadah sesuai dengan agamanya. Dia mulai giat mempelajari tentang Islam sewaktu mengenal saya, hingga akhirnya dia masuk islam dan kamipun menikah.

Setelah menikah, saya pindah ke negaranya. Namun ternyata di negaranya sangat susah untuk menjalankan ibadah agama Islam selain karena mayoritas penduduk yang non muslim juga karena lingkungan sekitar yang tidak mendukung untuk menjalankan ibadah puasa dan shalat.

Selama setahun dia tidak mau shalat maupun puasa, walaupun saya sudah coba untuk memotivasi tapi tetap tidak berhasil, dia menjadi suka marah dan tidak senang dengan hal-hal yang berbau Islam. Bahkan dia menjadi lebih pendiam, tidak riang lagi dan tidak mau tersenyum.

Mengetahui perubahan itu saya tidak pernah lagi membahas atau menyinggung tentang agama. Hingga kemudian dia menceritakan bahwa Islam membuat dirinya sakit bahkan pada saat mendengar lonceng gereja berbunyipun membuat dia tidak suka. Namun dia mengatakan bahwa dia pernah mencoba untuk berpuasa dan berdoa dengan jalan agamanya yang dahulu namun itu juga tidak berhasil. Dia merasa kosong, tidak tahu arah, perasaan tidak enak selalu, dan ingin sendiri.

Saya mencoba menenangkannya. Tapi saya takut jika dia kembali kepada agamanya lagi,
karena dia pernah mengatakan mungkin lebih baik menemui Pastor untuk menceritakan hal ini.

1. Jika dia kembali ke agamanya bagaimana hukum status pernikahan kami?
2. Bagaimana caranya agar dia bisa tenang dan kembali seperti dahulu?

Saya ingin pindah dari negara yang sekarang, tetapi dia tidak mau karena alasan pekerjaan dan kecintaannya pada negerinya.

Mohon petunjuknya.

Terimakasih
Wita

JAWABAN

Rumah tangga yang berbeda negara, bangsa dan budaya memang kompleks dan potensi konflik menjadi lebih besar terutama apabila (a) kedua pihak tidak saling berusaha memahami dan memaklumi perbedaan dan (b) apabila keduanya ingin "meminta" bukan memberi. Ingin dipahami, bukan memahami. Kaharmonisan rumah tangga harus dimulai dari sini dengan usaha yang melebihi pernikahan dari latarbelakang yang sama.

Jawaban pertanyaan Anda:

Jawaban pertanyaan ke-1: Apabila suami Anda murtad (kembali ke agama asal), maka pernikahan menjadi batal demi hukum yang dalam istilah fiqih disebut fasakh (arti literal, rusak). Ini adalah pendapat dari mayoritas pakar syariah madzhab yang empat yaitu madzhab Syafi'i, Hanafi, Hanbali.[1] Itu artinya, tidak ada hubungan perkawinan lagi antara Anda dan suami Anda. Dan hubungan intim setelah itu dianggap zina.

Sedangkan menurut madzhab Maliki, suami murtad akan berakibat istri tertalak tiga secara otomatis.

Beda antara talak dan fasakh adalah fasakh berakibat putusnya nikah sama sekali. Dan tidak ada masa iddah bagi istri. Sedangkan talak berarti putusnya perkawinan dengan adanya masa iddah bagi istri.

Jawaban pertanyaan ke-2: (a) Perbaiki komunikasi. Ajak suami Anda bertemu tokoh ulama setempat kalau ada dan curhat padanya atau ajak konsultasi perkawinan; (b) Ajak shalat berjamaah bersama dan beli buku-buku agama Islam yang dapat memotivasi terutama cari bacaan seputar kisah-kisah mualaf lain atau video di Youtube.

Kalau Anda ingin mempertahankan perkawinan Anda berikut saran-saran dari saya:

Pertama, jangan biarkan dia murtad kembali ke agama asal karena ada dampak hukumnya bagi Anda. Caranya, bersikaplah tegas dengan mengatakan padanya bahwa kalau dia kembali ke agama semula, maka scara otomatis Anda akan meninggalkan dia karena aturan Islam seperti itu. Dan bahwa Anda lebih memilih Islam dari pada dia. Suami akan menghargai ketegasan Anda kalau memang dia masih mencintai Anda.

Kedua, kalau dia malas shalat, harap bersabar. Yang penting dia tetap muslim. Setelah itu cari momen-momen yang bagus untuk mengingatkan dia dengan cara yang membuat dia tidak kesal. Tentu Anda lebih tahu kapan dan bagaimana caranya.

Good luck!
================
CATATAN DAN RUJUKAN

[1] - Imam Nawawi dari madzhab Syafi'i menyatakan dalam kitab Al-Minhaj
Artinya: Apabila nikah batal (fasakh) karena sebab murtad setelah terjadinya hubungan intim maka istri berhak mendapat mahar atau maskawin (kalau mahar belum dibayar). Perpisahan suami-istri karena murtad disebut fasakh.

- Al-Ibadi dari madzhab Hanafi mengatakan dalam kitab Mukhtashar Al-Qaduri
Artinya: Apabila salah satu suami-istri murtad dari Islam maka terjadikan perpisahan (firqah) yang bukan talak. Menurut Abu Yusuf, apabila yang murtad itu suami maka disebut talak.

- Dalam kitab Daurul Hukkam madzhab Hanafi juga dikatakan
Artinya: Murtadnya salah satu suami-istri membatalkan nikah secara otomatis tanpa perlu keputusan hukum pengadilan.

- Ibnu Qudamah dari madzhab Hanbali menyatakan dalam kitab Al-Muqni'
Artinya: Apabila salah satu suami-istri murtad (keluar dari Islam) sebelum dukhul (hubungan intim) maka nikahnya batal (fasakh) dan istri tidak berhak atas mahar apabila istri yang murtad apabila suami yang murtad maka istri berhak mendapat separuh mahar. Apabila murtadnya setelah hubungan intim maka apakah pisahnya langsung atau menunggu selesainya masa iddah? Ada dua pendapat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar