Bahasan :
|
KERESAHAN TERHADAP ALIRAN SESAT
Belakangan ini, Indonesia sedang dilanda gelombang
besar paham baru keislaman yang beraneka ragam bentuknya dan sangat
menyesatkan. Munculnya sikap-sikap ekslusif dan arogan dari para
pengusung atau pengikut masing-masing paham tersebut telah semakin
meresahkan masyarakat. Merasa diri berhak berupaya mengkaji al-Qur’an
atau hadis, merasa diri paling benar dan yang lain salah, menganggap
kesesatan itu hanya Allah yang berhak memvonisnya, dan menganggap
pemahaman umat Islam tentang agama selama ini keliru, semua dalih itu
telah menyebabkan perbedaan pendapat yang memicu perpecahan di kalangan
umat Islam.
Para ulama pun tidak tinggal diam, demi menyaksikan
“kekacauan” tersebut. Sebagai wujud tanggung jawab mereka kepada Allah,
maka mereka terus berupaya membentengi umat dari serangan paham-paham
sesat tersebut, baik secara perorangan melalui mimbar-mimbar masjid atau
majlis-majlis ta’im, maupun secara lembaga seperti yang dilakukan oleh
MUI (Majelis Ulama Indonesia). Upaya itu mereka wujudkan dalam bentuk
penjelasan-penjelasan atau fatwa-fatwa yang menyatakan bahwa paham-paham
tersebut sesat dan menyesatkan.
Meskipun begitu, fatwa-fatwa para ulama terutama MUI
(Majelis Ulama Indonesia) tersebut seringkali menghadapi kendala, baik
dari pihak-pihak yang tidak senang dengan fatwa-fatwa tersebut, maupun
dari pihak pemerintah yang tidak selalu siap mengakomodir fatwa-fatwa
itu dengan fasilitas hukum, sehingga para ulama terkesan hanyalah
sebagai kumpulan orang-orang sok tahu yang gemar mempermasalahkan orang
lain, sedang fatwa-fatwa mereka tak ubahnya bagaikan gonggongan anjing
yang tidak perlu dihiraukan.
Namun begitu, alhamdulillah, berkat para
ulama tersebut, masyarakat banyak yang terselamatkan dari bahaya
kesesatan. Mereka dapat mengenal paham-paham sesat dan menjauhinya
dengan bimbingan fatwa-fatwa mereka. Meski demikian, bukan berarti
keresahan dan perpecahan di kalangan masyarakat Islam dapat hilang
dengan mudah. Sistem hukum dan undang-undang yang sekuler serta
pemerintahan yang tidak tegas dalam menindak pelaku kesesatan, adalah
salah satu yang paling mendukung keleluasaan orang-orang berpaham sesat
untuk bertahan dan menyebarluaskan kesesatannya.
Berbeda pendapat adalah hak asasi setiap orang yang
dilindungi undang-undang di negara ini. Sayangnya, karena tidak adanya
batasan yang jelas, perbedaan pendapat itu seringkali memasuki wilayah
prinsip dalam agama yang seharusnya dihindari. Malahan agamalah yang
sering menjadi korban empuk argumentasi perbedaan pendapat itu sambil
berlindung di balik payung HAM (Hak Asasi Manusia) yang sekuler.
Sehingga sepanjang perbedaan itu masih ada (bahkan dilindungi), potensi
perpecahan pun akan tetap eksis.
TIDAK DIANGGAP SESAT TAPI MERESAHKAN
Dalam pada itu, ada aliran atau paham yang tidak
pernah difatwakan oleh lembaga formal para ulama Indonesia seperti MUI
(Majelis Ulama Indonesia), namun keberadaannya di tengah-tengah
masyarakat Islam Indonesia bahkan di kalangan umat Islam di dunia
terbukti sangat meresahkan. Faham itu bernama Salafi dan Wahabi. Banyak
ulama yang secara pribadi bahkan telah terang-terangan menyatakan faham
ini sebagai “masalah” di kalangan umat Islam.
Tidak difatwakan sebagai aliran sesat, tidak
selalu berarti lurus dan benar. Sebab apa yang hakikatnya lurus dan
benar seyogyanya tidak memunculkan masalah dalam prakteknya pada
kehidupan sosial, kecuali hanya akan menghadapi tantangan dari
orang-orang kafir atau munafik yang tidak suka terhadap Islam.
Pertanyaannya, mengapa kaum Salafi dan Wahabi ini di
satu sisi hampir tidak pernah “bermasalah” dengan orang-orang kafir, di
sisi lain malah gemar sekali “mempermasalahkan” saudaranya sendiri
sesama muslim yang mayoritas tidak sepaham dengan mereka? Bagaimana
mungkin pengakuan mereka sebagai pengikut al-Qur’an & Sunnah
Rasulullah Saw. dapat dibenarkan, sementara sikap mereka bertolak
belakang dengan ciri-ciri pengikut Rasulullah Saw. yang difirmankan oleh
Allah Swt., “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…”(QS.
al-Fath: 29)? Ayat al-Qur’an atau hadis Rasulullah Saw. yang manakah
yang menyuruh mereka bersikap “keras” terhadap saudaranya yang muslim?
Berbagai kasus ketidaknyamanan yang disampaikan
masyarakat di berbagai wilayah akibat fatwa-fatwa dan pernyataan kaum
Salafi dan Wahabi inilah yang menjadi motivasi kuat bagi kami untuk
membuat buku atau film dakwah ini. Propaganda paham mereka yang lumayan
gencar melalui terbitan buku-buku terjemahan dan siaran Radio seperti Radio Dakta Bekasi (FM/107 Mhz), Radio Roja’ Cileungsi (AM/756 Mhz), dan Radio Fajri Bogor (FM/91,4 Mhz) telah semakin meresahkan. Menganggap sesat amalan orang lain dengan tuduhan bid’ah
dan menganggap hanya diri merekalah yang sejalan dengan al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah Saw. serta Sunnah para Shahabat beliau, menjadi tema
utama dakwah mereka. Bahkan dengan alasan itu mereka berani mengeluarkan
fatwa-fatwa atau pernyataan terhadap amalan masyarakat yang “berbau
agama” di mana fatwa-fatwa tersebut tanpa mereka sadari penuh tipu daya
dan fitnah, dan dari sinilah masalahnya dimulai.
Keawaman masyarakat tentang agama telah memberi
tempat yang cukup besar bagi mereka untuk menyebarkan paham Salafi dan
Wahabi tersebut, sehingga semakin banyak pengikutnya, semakin kuat
ekslusivisme mereka. Saat seorang muslim sudah tidak menganggap muslim
yang lain sama dengan dirinya, dan saat ia sudah tidak merasa nyaman
berkumpul bersama muslim yang tidak sepaham dengannya, maka mengasingkan
diri dan mencari kumpulan orang-orang yang sepaham dengannya adalah
jalan keluarnya. Itulah ekslusivisme; itulah kesombongan; dan itulah
sumber perpecahan.
Lebih ekstrimnya lagi, ketika sudah merasa kuat,
propaganda mereka jalankan dengan terang-terangan, bahkan tak jarang
(dan ini terbukti) sampai pada perebutan atau penguasaan lahan dakwah
seperti masjid, musholla, ta’lim di kantor-kantor, atau minimal merintis
kumpulan pengajian tandingan baik di tempat-tempat tersebut maupun di
rumah-rumah. Akibatnya, tanpa disadari mereka sudah menguasai sarana
kegiatan dakwah di beberapa komplek perumahan, dan telah merebut anggota
“jama’ah” pengajian para ustadz di wilayah setempat yang berbuntut pada
terganggunya hubungan silaturrahmi antar anggota jama’ah tersebut.
Buku ini dibuat bukan untuk memperbesar jurang
perpecahan tersebut, melainkan untuk memperbaiki keadaan yang tidak
nyaman itu dan meluruskan apa yang seharusnya diluruskan dengan cara
menyingkap kekeliruan-kekeliruan pemahaman kaum Salafi dan Wahabi yang
sangat tersembunyi dan hampir tidak pernah disadari oleh para
pengikutnya bahkan tokoh-tokoh ulamanya.
Di satu sisi, melalui buku ini kami berharap agar
masyarakat awam yang belum terpengaruh dapat membentengi diri dari paham
yang merusak silaturrahmi ini, di sisi lain kami juga sangat berharap
agar orang-orang yang sudah mengikuti paham Salafi dan Wahabi dapat
menyadari kekeliruannya lalu berusaha memperbaikinya, atau bahkan
meninggalkannya.
Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq kepada kita
untuk dapat melihat yang benar sebagai kebenaran dan memberikan kita
kekuatan untuk mengikutinya, serta memperlihatkan yang batil sebagai
kebatilan dan memberikan kita kekuatan untuk menjauhkan diri darinya.
Kepada-Nya lah kami berserah diri, dan kepada-Nya lah kami kembali.
Sumber : http://laskarnahdiyin.wordpress.com/menyingkap-tipu-daya-fitnah-keji-fatwa-fatwa-kaum-salafi-wahabi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar